Selasa, 24 April 2012

Pengertian Perjanjian jual beli barang


Sudikno Mertokusumo  mendefinisikan perjanjian sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Suatu perjanjian didefinisikan sebagai hubungan hukum karena didalam perjanjian itu terdapat dua perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yaitu perbuatan penawaran (offer aanbod) dan perbuatan penerimaan (acceptance, aanvaarding).

Dalam pasal 1457 KUHPerdata disebutkan bahwa jual-beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang satu lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.

Jadi pengertian jual-beli menurut KUHPerdata adalah suatu perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (pembeli) untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.

Perjanjian jual-beli dalam KUHPerdata menentukan bahwa obyek perjanjian harus tertentu, atau setidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat akan diserahkan hak milik atas atas barang tersebut kepada pembeli.

Sementara itu, KUHPerdata mengenal tiga macam barang yaitu barang bergerak, barang tidak bergerak (barang tetap), dan barang tidak berwujud seperti piutang, penagihan, atau claim.

Surat perjanjian jual beli merupakan akta sesuatu surat untuk dapat dikatakan sebagai akta harus ditandatangai, harus dibuat dengan sengaja dan harus untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat. Di dalam KHUPerdata ketentuan mengenai akta diatur dalam Pasal 1867 sampai pasal 1880.

Perbedaan pokok antara akta otentik dengan akta di bawah tangan adalah cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut. Apabila akta otentik cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum (seperti Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil), maka untuk akta di bawah tangan cara pembuatan atauterjadinya tidak dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan saja. Contoh dari akta otentik adalah akta notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses perbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dsb, sedangkan akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli dsb.

Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya.

Dalam Undang-undang No.13 tahun 1985 tentang Bea Meterei disebutkan bahwa terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan atas dokumen tersebut bea meterai.

Dengan tiadanya materai dalam suatu surat perjanjian (misalnya perjanjian jual beli) tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian jual beli) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian. Bila suatu surat yang dari semula tidak diberi meterei dan akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka permeteraian dapat dilakukan belakangan.


1 komentar: