Pada awal abad tarikh Masehi, negeri Kepulauan Nusantara telah menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa di Asia. Bentuk hubungan dagang yang berlangsung pada saat itu bermula dari kegiatan perdagangan dan pelayaran. Sebagai akibat dari hubungan perdagangan dan pelayaran, timbullah pertemuan kebudayaan yang melahirkan kebudayaan baru bagi masyarakat Nusantara. Proses percampuran antara dua atau lebih kebudayaan yang saling bertemu dan mempengaruhi itu disebut
akulturasi kebudayaan. Adanya hubungan dagang pada awal abad tarikh Masehi, didasarkan adanya sumber-sumber baik ekstern maupun intern.
akulturasi kebudayaan. Adanya hubungan dagang pada awal abad tarikh Masehi, didasarkan adanya sumber-sumber baik ekstern maupun intern.
Sumber Ekstern
1 ) Sumber dari India Menurut Van Leur dan Wolters, kegiatan hubungan dagang Indonesia dengan bangsa-bangsa Asia pertama kali dilakukan dengan India, kemudian Cina. Bukti adanya hubungan dagang tersebut dapat diketahui datri kitab Jataka dan kitab Ramayana. Kitab Jataka menyebut nama Swarnabhumi sebuah negeri emas yang dapat dicapai setelah melalui perjalanan yang penuh bahaya. Swarnabhumi yang dimaksud ialah Pulau Sumatra. Kitab Ramayana menyebut nama Yawadwipa dan Swarnadwipa. Menurut para ahli, Yawadwipa (pulau padi) diduga sebutan untuk Pulau Jawa, sedangkan Swarnadwipa (pulau emas dan perak) adalah Pulau Sumatra.
Nah, kapan terjadi hubungan dagang antara India dengan Indonesia secara aktif? Kitab Jataka dan kitab Ramayana tidak menyebut secara jelas terjadinya hubungan dagang dengan tempat-tempat di Indonesia. Salah satu kitab sastra India yang dapat dipercaya adalah kitab Mahaniddesa yang memberi petunjuk bahwa masyarakat India telah mengenal beberapa tempat di Indonesia pada abad ke-3 Masehi. Dalam kitab Geographike yang ditulis pada abad ke-2 juga disebutkan telah ada hubungan dagang antara India dan Indonesia. Dari kedua keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara intensif terjadinya hubungan dagang antara Indonesia dan India mulai abad-abad tersebut (abad ke 2-3 Masehi).
2 ) Sumber dari Cina Kontak hubungan Indonesia dengan Cina diperkirakan telah berkembang pada abad ke-5. Bukti-bukti yang memperkuat hubungan itu di antaranya adalah perjalanan seorang pendeta Buddha, Fa Hien. Pada sekitar tahun 413 M, Fa Hien melakukan perjalanan dari India ke
Ye-po-ti (Tarumanegara) dan kembali ke Cina melalui jalur laut. Selanjutnya, Kaisar Cina, Wen Ti mengirim utusan ke She-po ( Pulau Jawa). Berdasarkan bukti-bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa pada abad ke-5 telah dilakukan hubungan perdagangan dan pelayaran secara langsung antara Indonesia dan Cina. Barang-barang yang diperdagangkan dari Cina berupa sutra, kertas, kulit binatang berbulu, kulit manis, dan barang-barang porselin. Barang- barang dagangan dari India berupa ukiran, gading, perhiasan, kain tenun, gelas, permata, dan wol halus yang ditukar dengan komoditas dari Indonesia seperti rempah-rempah, emas, dan perak.
3 ) Sumber dari Yunani Keterangan lain tentang adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India, dan Cina dapat diketahui dari Claudius Ptolomeus, seorang ahli ilmu bumi Yunani. Dalam kitabnya yang berjudul Geo- graphike yang ditulis pada abad ke-2, Ptolomeus menyebutkan nama
Iabadio yang artinya pulau jelai. Mungkin kata itu ucapan Yunani untuk menyebut Yawadwipa, yang artinya juga pulau jelai. Dengan demikian, seperti yang disebutkan dalam kitab Ramayana bahwa Yawadwipa yang dimaksud ialah Pulau Jawa.
1 ) Sumber dari India Menurut Van Leur dan Wolters, kegiatan hubungan dagang Indonesia dengan bangsa-bangsa Asia pertama kali dilakukan dengan India, kemudian Cina. Bukti adanya hubungan dagang tersebut dapat diketahui datri kitab Jataka dan kitab Ramayana. Kitab Jataka menyebut nama Swarnabhumi sebuah negeri emas yang dapat dicapai setelah melalui perjalanan yang penuh bahaya. Swarnabhumi yang dimaksud ialah Pulau Sumatra. Kitab Ramayana menyebut nama Yawadwipa dan Swarnadwipa. Menurut para ahli, Yawadwipa (pulau padi) diduga sebutan untuk Pulau Jawa, sedangkan Swarnadwipa (pulau emas dan perak) adalah Pulau Sumatra.
Nah, kapan terjadi hubungan dagang antara India dengan Indonesia secara aktif? Kitab Jataka dan kitab Ramayana tidak menyebut secara jelas terjadinya hubungan dagang dengan tempat-tempat di Indonesia. Salah satu kitab sastra India yang dapat dipercaya adalah kitab Mahaniddesa yang memberi petunjuk bahwa masyarakat India telah mengenal beberapa tempat di Indonesia pada abad ke-3 Masehi. Dalam kitab Geographike yang ditulis pada abad ke-2 juga disebutkan telah ada hubungan dagang antara India dan Indonesia. Dari kedua keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara intensif terjadinya hubungan dagang antara Indonesia dan India mulai abad-abad tersebut (abad ke 2-3 Masehi).
2 ) Sumber dari Cina Kontak hubungan Indonesia dengan Cina diperkirakan telah berkembang pada abad ke-5. Bukti-bukti yang memperkuat hubungan itu di antaranya adalah perjalanan seorang pendeta Buddha, Fa Hien. Pada sekitar tahun 413 M, Fa Hien melakukan perjalanan dari India ke
Ye-po-ti (Tarumanegara) dan kembali ke Cina melalui jalur laut. Selanjutnya, Kaisar Cina, Wen Ti mengirim utusan ke She-po ( Pulau Jawa). Berdasarkan bukti-bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa pada abad ke-5 telah dilakukan hubungan perdagangan dan pelayaran secara langsung antara Indonesia dan Cina. Barang-barang yang diperdagangkan dari Cina berupa sutra, kertas, kulit binatang berbulu, kulit manis, dan barang-barang porselin. Barang- barang dagangan dari India berupa ukiran, gading, perhiasan, kain tenun, gelas, permata, dan wol halus yang ditukar dengan komoditas dari Indonesia seperti rempah-rempah, emas, dan perak.
3 ) Sumber dari Yunani Keterangan lain tentang adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India, dan Cina dapat diketahui dari Claudius Ptolomeus, seorang ahli ilmu bumi Yunani. Dalam kitabnya yang berjudul Geo- graphike yang ditulis pada abad ke-2, Ptolomeus menyebutkan nama
Iabadio yang artinya pulau jelai. Mungkin kata itu ucapan Yunani untuk menyebut Yawadwipa, yang artinya juga pulau jelai. Dengan demikian, seperti yang disebutkan dalam kitab Ramayana bahwa Yawadwipa yang dimaksud ialah Pulau Jawa.
b. Sumber Intern
Adanya sumber-sumber dari luar, seperti dari India, Cina dan Yunani, diperkuat adanya sumber-sumber yang ada di Indonesia sendiri. Sumber- sumber sejarah di dalam negeri yang memperkuat adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina, antara lain sebagai berikut.
1) Prasasti Prasasti-prasasti tertua di Indonesia yang menunjukkan hubungan Indonesia dengan India, misalnya Prasasti Mulawarman di Kalimantan Timur yang berbentuk yupa. Demikian juga prasasti-prasasti Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Semua prasasti ditulis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa.
2 ) Kitab-Kitab Kuno Kitab-kitab kuno yang ada di Indonesia biasanya ditulis pada daun lontar yang ditulis dengan menggunakan bahasa dan tulisan Jawa Kuno yang juga mwerupakan pengaruh dari bahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa. Kemampuan membaca dan menulis ini diperoleh dari pengaruh Hindu dan Buddha.
3 ) Bangunan-Bangunan Kuno Bangunan kuno yang bercorak Hindu ataupun Buddha terdiri atas candi, stupa, relief, dan arca. Banyak peninggalan bangunan-bangunan kuno yang bercorak Hindu atau Buddha di Indonesia. Demikian juga benda-benda peninggalan dinasti-dinasti Cina. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara Indonesia, India, dan Cina.
Hubungan dagang Indonesia dengan India dan Cina telah menempatkan Indonesia di kancah perdagangan dan pelayaran masa Kuno. Namun, pengaruh kebudayaan India dan Cina terhadap perkembangan sejarah Indonesia amat berbeda. Hal itu disebabkan dalam perkembangan selanjutnya, para pedagang India di samping berdagang, mereka juga menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu–Buddha.
Para brahmana atau pendeta dengan ikut para pedagang berlayar, mereka singgah di daerah-daerah untuk menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha. Dengan demikian, hubungan dagang dengan India telah memunculkan perubahan besar dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia, baik di bidang sosial, budaya, maupun politik sebagai dampak dari persebaran agama dan kebudayaan Hindu– Buddha. Terbukti di Indonesia muncullah kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Buddha yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, seperti Kalimantan, Jawa, Sumatra, dan Bali.
Adanya sumber-sumber dari luar, seperti dari India, Cina dan Yunani, diperkuat adanya sumber-sumber yang ada di Indonesia sendiri. Sumber- sumber sejarah di dalam negeri yang memperkuat adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina, antara lain sebagai berikut.
1) Prasasti Prasasti-prasasti tertua di Indonesia yang menunjukkan hubungan Indonesia dengan India, misalnya Prasasti Mulawarman di Kalimantan Timur yang berbentuk yupa. Demikian juga prasasti-prasasti Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Semua prasasti ditulis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa.
2 ) Kitab-Kitab Kuno Kitab-kitab kuno yang ada di Indonesia biasanya ditulis pada daun lontar yang ditulis dengan menggunakan bahasa dan tulisan Jawa Kuno yang juga mwerupakan pengaruh dari bahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa. Kemampuan membaca dan menulis ini diperoleh dari pengaruh Hindu dan Buddha.
3 ) Bangunan-Bangunan Kuno Bangunan kuno yang bercorak Hindu ataupun Buddha terdiri atas candi, stupa, relief, dan arca. Banyak peninggalan bangunan-bangunan kuno yang bercorak Hindu atau Buddha di Indonesia. Demikian juga benda-benda peninggalan dinasti-dinasti Cina. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara Indonesia, India, dan Cina.
Hubungan dagang Indonesia dengan India dan Cina telah menempatkan Indonesia di kancah perdagangan dan pelayaran masa Kuno. Namun, pengaruh kebudayaan India dan Cina terhadap perkembangan sejarah Indonesia amat berbeda. Hal itu disebabkan dalam perkembangan selanjutnya, para pedagang India di samping berdagang, mereka juga menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu–Buddha.
Para brahmana atau pendeta dengan ikut para pedagang berlayar, mereka singgah di daerah-daerah untuk menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha. Dengan demikian, hubungan dagang dengan India telah memunculkan perubahan besar dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia, baik di bidang sosial, budaya, maupun politik sebagai dampak dari persebaran agama dan kebudayaan Hindu– Buddha. Terbukti di Indonesia muncullah kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Buddha yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, seperti Kalimantan, Jawa, Sumatra, dan Bali.
BSE
jadi begitu ya.. makasih artikelnya gan.
BalasHapusSemoga info ini bermanfaat juga, memang banyak orang yang ingin sukses udaha dagang nya tanpa dibarengi dengan kualitas produk & pelayanan yang dijualnya. Bagaimana bisa? Karena yang namanya cara dagang memang perlu adanya peningkatan kualitas barang dagangannya. Tak perlu melakukan hal yang repot seperti belajar bisnis atau kursus online, seperti wanita yang ingin belajar materi dalam hal kecantikan (tata rias) di tempat penghasil bahan-bahan maklon kosmetik aman tidak berbahaya. Umumnya orang dagang sudah punya banyak pengalaman sebagai usaha nyata (lahir) nya, tapi terkadang masih kurang mengerti ilmu pelarisan seperti dalam usaha batin nya. Maka dari itu silakan coba mengimbangi dengan sarana batin, seperti menggunakan sarana pelarisan. Banyak orang yang bilang sebaiknya memang usaha nyata (lahiriah) dengan usaha batiniahnya harus seimbang. Berbicara masalah pelarisan dagang, ada yang pernah menyarankan menggunakan sebuah JIMAT yang katanya AMPUH. Informasi selengkapnya
saya peroleh dari DISINI>> JIMAT PELARISAN
Semoga bermanfaat.