Apabila salah satu pihak dalam suatu
perkara Perdata tidak menerima suatu Putusan Pengadilan Negeri karena merasa
hak-haknya terserang oleh adanya Putusan itu atau menganggap Putusan itu kurang
benar atau kurang adil, maka ia dapat mengajukan permohonan banding. Yang dapat
mengajukan banding adalah pihak yang berkepentingan. Hal ini berarti, bahwa
pihak yang dikalahkan yaitu yang Gugatannya ditolak atau dikabulkan sebagian
atau yang Gugatannya tidak diterima atau ditolak saja. Ia dapat mengajukan perkara yang telah
diputuskan itu kepada Pengadilan yang lebih tinggi untuk dimintakan pemeriksaan
ulangan. Asas Peradilan dalam dua tingkat itu berdasarkan keyakinan bahwa
Putusan Pengadilan dalam tingkat pertama belum tentu tepat atau benar dan oleh
karena itu perlu dimungkinkan pemeriksaan ulang oleh Pengadilan yang lebih
tinggi.
Dengan diajukannya permohonan banding,
perkara menjadi mentah lagi. Yurisprudensi menentukan bahwa Putusan banding
hanya dapat menguntungkan pihak yang mengajukan banding. Jelasnya apabila
Penggugat/Terbanding tidak menyatakan mohon banding, maka dianggap telah
menerima Putusan Pengadilan Negeri, sehingga dalam pemeriksaan tingkat banding
bagian gugatan Penggugat/Terbanding yang tidak dikabulkan tidak ditinjau
kembali.
Jadi baik Penggugat maupun Tergugat dapat
minta agar perkara mereka yang telah diputus diulangi pemeriksaannya oleh
Pengadilan Tinggi. Kalau Putusan itu dijatuhkan diluar hadir Tergugat, maka
Tergugat tidak boleh mengajukan banding, ia hanya boleh mengajukan perlawanan
saja kepada Hakim yang memeriksa dalam tingkat pertama itu. Akan tetapi kalau
Penggugat tidak menerima Putusan diluar hadir Tergugat itu, maka ia boleh
mengajukan pemohonan banding, dan dalam hal ini Tergugat tidak dapat
mempergunakan hak perlawanan dalam pemeriksaan tingkat pertama Tergugat boleh
meminta pemeriksaan ulangan (ps. 8 UU No. 20/1947) permohonan banding harus
diajukan kepada Panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan Putusan, dalam
empat belas hari, terhitung mulai hari berikutnya hari pengumuman Putusan
kepada yang berkepentingan. (ps. 7 UU No. 20/1974), atau diberitahukannya
Putusan kepada pihak yang bersangkutan.
Setelah salah satu pihak menyatakan naik
banding dan dicatat oleh Panitera, maka pihak lawan diberitahu oleh Panitera tentang
permintaan banding itu selambat- lambatnya 14 (empat belas) hari setelah
permintaan banding diterima da kedua belah pihak diberi kesempatan untuk
melihat surat-surat serta berkasnya di Pengadilan Negeri selama 14 (empat
belas) hari. Kedua belah pihak boleh memasukan surat keterangan dan bukti-bukti
baru, sebagai uraian daripada alasan permohonan banding ( memori banding )
kepada Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan, sedangkan Terbanding dapat
menjawab memori itu dengan kontra memori banding. Kemudian salinan Putusan
serta surat-surat pemeriksaan harus dikirim kepada Panitera Pengadilan Tinggi
yang bersangkutan, selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima permohonan
banding.
Dalam tingkat bandingpun Hakim tidak boleh
mengabulkan lebih daripada yang dituntut atau memutuskan hal-hal yang tidak
dituntut. Hal ini berarti bahwa Hakim dalam tingkat banding harus membiarkan
Putusan dalam tingkat Peradilan pertama sepanjang tidak dibantah dalam tingkat
banding.
Pembuatan atau pengiriman memori banding
tidak merupakan kewajiban. Undang-undang tidak mewajibkan pembanding untuk
mengajukan risalah banding. Hal ini berbeda dengan kasasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar