Sebab-sebab berakhirnya
pemerintahan Orde Baru adalah terbatasnya kemampuan pemerintah dalam mengatasi
persoalan bangsa dan negara, seperti:
1. Krisis Moneter
Ketika krisis moneter melanda
negara-negara Asia Tenggara, maka Indonesia merupakan salah satu negara yang
paling lemah kemampuannya untuk mengatasi krisis itu. Ada beberapa indikator
ukuran ketidakmampuan Indonesia, seperti:
a. Nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat turun sampai titik terendah, yaitu Rp 16,000.oo per dollat
Amerika Serikat.
b. Lembaga perbankan mengalami keterpurukan sehingga beberapa
bank nasional harus dilikuidasi.
c. Harga barang-barang kebutuhan pokok
meningkat sangat tinggi.
d. Dunia investasi mengalami kelesuan.
e. Daya beli
masyarakat mengalami penurunan.
Ketidakmampuan Indonesia dalam
mengatasi krisis moneter sebagai akibat dari:
a. Ketergantungan Indonesia pada
modal asing yang sangat tinggi.
b. Ketergantungan Indonesia pada barang-barang
impor.
c. Ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Misalnya, sebagai negara agraris Indonesia masih mengimpor beras, gula, minyak,
dan sebagainya. Bersumber dari kesalahan pembangunan ekonomi yang berorientasi
pada industri besar, tetapi tidak didukung dengan pembangunan industri hulu
yang mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi. Misalnya, bahan baku
industri textil Indonesia sangat bergantung pada hasil impor. Padahal, Indonesia
adalah salah satu penghasil kapas terbesar di dunia.
2. Krisis Ekonomi
Krisis moneter membawa dampak
yang sangat besar terhadap krisis ekonomi. Krisis ekonomi ditandai oleh
beberapa indikator, seperti: a. Lemahnya investasi sehingga dunia industri dan
usaha mengalami keterpurukan sebagai akibat kekurangan modal. b. Produktivitas
dunia industri mengalami penurunan sehingga PHK menjadi satu-satunya alternatif
yang mudah untuk mempertahankan efisiensi perusahaan. c. Angka pengangguran
sangat tinggi sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat menjadi sangat
rendah. Semua itu membawa akibat terhadap kegiatan ekonomi yang semakin rendah
dan pada akhirnya produktivitas nasional mengalami penurunan. Ketidakmampuan
pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi bersumber dari beberapa kebijakan
pemerintah di bidang ekonomi yang kurang tepat. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa kenyataan, seperti: a. Usaha pemerintah untuk mengembangkan usaha
kecil menengah sebagai soko guru perekonomian nasional kurang maksimal. b. Jiwa
kewirausahaan masyarakat tidak dapat berkembang karena terbatasnya peluang dan
adanya persaingan yang berat. c. Pemerintah tidak pernah memperhatikan nasib
yang hidup di sektor pertanian sehingga para pemuda di desa cenderung pergi ke
kota untuk mencari pekerjaan pada sektor industri. Akibatnya, sektor pertanian
tidak tergarap secara baik karena kekurangan tenaga kerja di satu sisi dan
ketidakmampuan masyarakat memanfaatkan teknologi pertanian di sisi lain.
Kebijakan pemerintah di bidang ekonomi mengakibatkan kemampuan pemerintah dalam
mengatasi krisis ekonomi menjadi semakin lemah. Sektor industri tidak mampu
bersaing dengan industri negara-negara tetangga. Demikian juga dengan sektor
pertanian, di mana hasil pertanian seperti buah-buahan yang dijualbelikan di
mall-mall merupakan hasil impor. Dengan kata lain, pembangunan ekonomi yang
dilaksnakan pemerintahan Orde Baru tidak didasarkana pada sumber daya alam
maupun sumber daya manusia Indonesia.
3. Krisis Politik
Sebenarnya, sebagian besar
masyarakat Indonesia tidak terlalu peduli terhadap model atau sistem politik
yang dibangun oleh pemerintahan Orde Baru. Yang penting masyarakat dapat
memperoleh kemudahan dalam mendapatkan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, dan
memnuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan kata lain, sebagian besar masyarakat
hanya mendambakan kehidupan yang tertib, tenang, damai, aman, serta adil dalam
kemakmuran dan makmur dalam keadilan. Namun dalam kenyataannya, dambaan
masyarakat itu tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik yang dibangun pemerintahan
Suharto. Bahkan, segala kebijakan pembangunan nasional bersumber dari kebijakan
politik pemerintah. Oleh karena itu, ketika harapan masyarakat tidak dapat
terpenuhi, maka muncul tuntutan-tuntutan agar pemerintah lebih memperhatikan
nasib masyarakat kecil. Di sisi lain, kehidupan politik yang represif (yaitu
suatu pemerintahan yang ditandai dengan tekanan-tekanan) telah melahirkan
konflik, kerusuhan, dan kekacauan sehingga masyarakat merasa cemas dan khawatir
karena ketenangan, ketenteraman, dan keamanannya terancam. Bahkan, kerusuhan
dan kekacauan itu dapat menghentikan aktivitas masyarakat dalam berbagai bidang
kehidupan. Keadaan itulah menyebabkan terjadinya krisis politik. Sementara,
pemerintahan Orde Baru sendiri tidak mampu mengatasi krisis politik yang
berkembang. Oleh karena itu, satu-satunya jawaban yang dipandang paling
realistik adalah menuntut Presiden Suharto untuk mengundarkan diri dari
jabatannya sebagai presiden. Pemerintahan Orde Baru dan Presiden Suharto
dipandang sudah tidak mampu menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik
sehingga perlu diganti.
4. Krisis Sosial
Krisis moneter, ekonomi, dan
politik terus melanda kehidupan bangsa dan negara Indonesia dalam waktu yang
cukup lama. Bahkan, harapan terjadinya perbaikan kehidupan masyarakat tidak
menunjukkan tanda-tanda akan segera datang. Berbagai kesulitan yang dihadapi
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupannya semakin hari semakin
bertambah berat. Demonstrasi-demonstrasi yang dipelopori para mahasiswa telah
mendorong terjadinya krisis sosial. Kerusuhan, kekacauan, pembakaran, dan
penjarahan merupakan fenomena yang terus terjadi di beberapa daerah seperti di
Situbondo, Tasikmalaya, Kalimantab Barat, dan Pekalongan. Di samping itu,
banyaknya pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) telah menambah krisis
sosial. Kenyataan itu merupakan bukti ketidakmampuan pemerintah dalam
menciptakan lapangan kerja dan memperbaiki kehidupan masyarakat. Oleh karena
itu, tidak berlebihan apabila masyarakat kemudian menuntut agar Presiden
Suharto mengundurkan diri dari kursi kepresidenan.
5. Krisis Hukum
Kekuasaan kehakiman yang merdeka
dari kekuasaan pemerintah belum dapat direalisasikan. Bahkan dalam praktiknya,
kekuasaan kehakiman menjadi pelayan kepentingan para penguasa dan kroni-kroninya.
Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila seseorang yang dianggap bersalah
bebas dari hukuman dan seseorang yang dianggap tidak bersalah malah harus masuk
ke penjara. Memang harus diakui bahwa sistem peradilan pada masa Orde Baru
tidak dapat dijadikan barometer untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Oleh karena itu, bersamaan
dengan krisi moneter, ekonomi, dan politik
telah terjadi krisis di bidang hukum (peradilan). Keadaan itulah yang
menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru pimpinan
Presiden Suharto. Untuk mengatasi krisis multidimensional tersebut, maka
satu-satu jalan adalah melaksanakan reformasi total dalam berbagai bidang
kehidupan. Para mahasiswa sebagai pelopor gerakan reformasi mengajukan berbagai
tuntutan. Misalnya, adili Suharto dan
kroni-kroninya, ciptakan pemerintahan
yang bersih dari KKN, tegakkan supremasi hukum. Untuk memenuhi tuntutan mahasiswa, Presiden Suharto
mengundang tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh nasional untuk membentuk Dewan
Reformasi yang beranggotakan tokoh agama dan tokoh nasional. Tokoh-tokoh
tersebut menolak panggilan dan ajakan Suharto sehingga Presiden Suharto
mengundurkan diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar