Prinsip-prinsip dasar
(fundamental principles) yang dikenal dalam hukum perdagangan internasional
diperkenalkan oleh sarjana hukum perdagangan internasional Profesor Aleksancer
Goldštajn. Beliau memperkenalkan 3 (tiga) prinsip dasar tersebut, yaitu (1)
prinsip kebebasan para pihak dalam berkontrak (the principle of the freedom of
contract); (2) prinsip pacta sunt servanda; dan (3) prinsip penggunaan
arbitrase.
1. Prinsip Dasar Kebebasan
Berkontrak
Prinsip pertama, kebebasan
berkontrak, sebenarnya adalah prinsip universal dalam hukum perdagangan
internasional. Setiap sistem hukum pada bidang hukum dagang mengakui kebebasan
para pihak ini untuk membuat kontrak-kontrak dagang (internasional).
Schmitthoff menanggapi secara positif
kebebasan pertama ini. Beliau menyatakan:
“The autonomy of the parties’
will in the law of contract is the foundation on which an autonomous law of
international trade can be built. The national sovereign has,..., no objection
that in that area an autonomous law of international trade is developed by the
parties, provided always that that law respects in every national jurisdiction
the limitations imposed by public policy.” Kebebasan tersebut mencakup bidang
hukum yang cukup luas. Ia meliputi kebebasan untuk melakukan jenis-jenis
kontrak yang para pihak sepakati. Ia termasuk pula kebebasan untuk memilih
forum penyelesaian sengketa dagangnya. Ia mencakup pula kebebasan untuk memilih
hukum yang akan berlaku terhadap kontrak, dll. Kebebasan ini sudah barang tentu tidak boleh
bertentangan dengan UU, kepentingan umum, kesusilaan, kesopanan, dan lain-lain
persyaratan yang ditetapkan oleh masing-masing sistem hukum.
2. Prinsip Dasar Pacta Sunt Servanda
Prinsip kedua, pacta sunt
servanda adalah prinsip yang mensyaratkan bahwa kesepakatan atau kontrak yang
telah ditandatangani harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (dengan itikad
baik). Prinsip ini pun sifatnya universal. Setiap sistem hukum di dunia
menghormati prinsip ini.
3. Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
Prinsip ketiga, prinsip penggunaan arbitrase
tampaknya terdengar agak ganjil. Namun demikian pengakuan Goldštajn menyebut
prinsip ini bukan tanpa alasan yang kuat. Arbitrase dalam perdagangan
internasional adalah forum penyelesaian sengketa yang semakin umum digunakan.
Klausul arbitrase sudah semakin banyak dicantumkan dalam kontrak-kontrak
dagang.
Oleh karena itulah prinsip ketiga
ini memang relevan.
Goldštajn menguraikan kelebihan
dan alasan mengapa penggunaan arbitrase ini beliau jadikan prinsip dasar dalam
hukum perdagangan internasional:
“Moreover, to the extent that the
settlement of differences is referred to arbitration, a uniform legal order is
being created. Arbitration tribunals often apply criteria other than those
applied in courts. Arbitrators appear more ready to interpret rules freely,
taking into account customs, usage and business practice. Further, the fact
that the enforcement of foreign arbitral awards is generally more easy than the
enforcement of foreign court decisions is conducive to a preference for
arbitration.”
4. Prinsip Dasar Kebebasan Komunikasi (Navigasi)
Di samping tiga prinsip dasar
tersebut, prinsip dasar lainnya yang menurut penulis relevan adalah prinsip
dasar yang dikenal dalam hukum ekonomi internasonal, yaitu prinsip kebebasan
untuk berkomunikasi (dalam pengertian luas, termasuk di dalamnya kebebasan
bernavigasi). Komunikasi atau navigasi adalah kebebasan para pihak untuk
berkomunikasi untuk keperluan dagang dengan siapa pun juga dengan melalui
berbagai sarana navigasi atau komunikasi, baik darat, laut, udara, atau melalui
sarana elektronik. Kebebasan ini sangat esensial bagi terlaksananya perdagangan
internasional. Aturan-aturan hukum (internasional) memfasilitasi kebebasan ini.
Dalam berkomunikasi untuk maksud
berdagang ini kebebasan
para pihak tidak boleh dibatasi
oleh sistem ekonomi, sistem politik, atau sistem hukum. Bandingkan dengan
pendapat profesor Goldštajn di bawah ini ketika beliau membahas hubungan antara
sistem ekonomi dan politik dalam kaitannya dengan hukum perdagangan
internasional:
“The law governing trade
transactions is neither capitalist nor socialist; it is a means to an end, and
therefore, the fact that the beneficiaries of such transactions are different
in this or that country is no obstacle to the development of international
trade. The law of international trade is based on the general principles
accepted in the entire world.”
Pernyataan terakhir Goldštajn di
atas, yaitu bahwa hukum perdagangan internasional didasarkan pada
prinsip-prinsip umum yang diterima di seluruh dunia menyatakan seolah-seolah
hukum perdagangan internasional dapat diterima oleh sistem hukum di dunia.
Pendapat ini benar. Sarjana terkemuka lainnya, Profesor Tammer, memperkuat
pernyataan tersebut:
“The law of external trade of the
countries of planned economy does not differ in its fundamental principles from
the law of external trade of other countries, such as, e.g., Austria or
Switzerland. Consequently, international trade law specialists of all countries
have found without difficulty that they speak a ‘common language.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar