Get Paid To Promote, Get Paid To Popup, Get Paid Display Banner

Minggu, 22 April 2012

Hakekat Belajar Mengajar dalam KBK


Selama ini mengajar dianggap sebagai upaya memberikan informasi atau upaya untuk meragakan cara menggunakan sesuatu, atau untuk memberi pelajaran melalui mata pelajaran tertentu. Kegiatan belajar mengajar mirip seperti kegiatan menjual dan membeli. Artinya, kegiatan menjual baru berlangsung kalau ada kegiatan membeli. Begitu juga dengan kegiatan mengajar – belajar. Guru baru mengajar kalau siswa belajar. mengacu pada pandangan constructivism, belajar adalah peristiwa dimana pebelajar secara terus menerus membangun gagasan baru atau memodifikasi gagasan lama dalam struktur kognitif yang senantiasa disempurnakan. Pandangan ini sejalan dengan pandangan Raka Joni (1993), ahli pendidikan Indonesia, yang mengungkapkan titik pusat hakekat belajar sebagai ‘pengetahuan-pemahaman’ yang terwujud dalam bentuk pemberian makna secara konstruktivistik oleh pebelajar kepada pengalamannya melalui berbagai bentuk pengkajian yang memerlukan pengerahan berbagai keterampilan kognitif di dalam mengolah informasi yang diperoleh melalui alat indera.

Kalau begitu, dengan pandangan progresif ini, peristiwa ‘belajar’ tidak cukup sekedar dicirikan dengan menggali informasi temuan ilmuwan (baca mengkaji materi sejumlah mata pelajaran) tetapi siswa perlu dikondisikan supaya berperilaku seperti ilmuwan dengan senantiasa menggunakan metoda ilmiah dan memiliki sikap ilmiah sewaktu menyelesaikan masalah. Dengan demikian, peristiwa belajar meliputi membaca, mendengar, mendiskusikan informasi (reading and listening to science), dan melakukan kegiatan ilmiah (doing science) termasuk melakukan .kegiatan pemecahan masalah.

Ini berarti, hakekat ‘mengajar’ dan ‘belajar’ bergeser dari kutub dengan makna tradisional ke kutub dengan makna progresif. Kegiatan ‘belajar’ bergeser dari ‘menerima informasi’ ke ‘membangun pengetahuan’ dan kegiatan ‘mengajar’ bergeser dari ‘mentransfer informasi’ ke ‘mengkondisikan sehingga peristiwa belajar berlangsung’. Kalau begitu, pernyataan guru tentang ‘seberapa jauh kurikulum sudah disajikan (target kurikulum)’ lebih tepat diganti dengan ‘seberapa jauh kurikulum sudah dikuasai, dipahami, dan ‘dibangun’ siswa (target pemahaman)’.

Implikasi pandangan ini, kegiatan mengajar yang lazim perlu dimodifikasi dan diubah. Misalnya pada kegiatan mengajar sains, tidak cukup hanya melalui telling science tetapi perlu mengembangkan kegiatan yang bersifat doing science atau kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa untuk mengembangkan thinking skill dan bahkan tidak hanya memperluas wawasan kognitif tetapi juga menyentuh ranah afektif, psikomotor, dan juga metakognitif. Ranah yang terakhir ini para ahli pendidikan sering menyebutnya sebagai kemampuan tentang ‘belajar bagaimana belajar’ (learn how to learn).


  Pengarang : MUHLISIN

Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar