Perkataan
kasasi berasal dari perkataan perancis “casser” yang berarti memecahkan atau
membatalkan, sehingga apabila suatu permohonan kasasi terhadap Putusan
Pengadilan bawahan itu diterima oleh Mahkamah Agung, maka hal itu berarti,
bahwa Putusan tersebut dibatalkan oleh mahkamah agung karena dianggap
mengandung kesalahan dalam penerapan Hukumnya. Terhadap Putusan-Putusan yang
diberikan dalam tingkat akhir oleh Pengadilan- Pengadilan lain daripada
Mahkamah Agung demikian pula terhadap Putusan Pengadilan yang dimintakan
banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. Jadi apabila pihak yang bersangkutan belum atau tidak
mempergunakan hak melawan Putusan Pengadilan yang dijatuhkan diluar hadir
tergugat atau hak memohon ulangan pemeriksaan perkara oleh Pengadilan Tinggi,
permohonan pemeriksaan kasasi tidak dapat diterima. Kasasi adalah tindakan
Mahkamah Agung untuk menegakan dan membetulkan Hukum, jika Hukum ditentang oleh
oleh Putusan-Putusan Hakim pada tingkatan tertinggi.
Maka
Kasasi adalah salah satu tindakan Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi
atas Putusan-Putusan Pengadilan lain yang lebih rendah tingkatannya. Setelah berlakunya Undang-Undang
no. 14 tahun 1985, oleh karena Undang- Undang tersebut telah mengatur acara
kasasi secara lengkap dan sempurna, maka Mahkamah Agung tidak menggunakan
penafsiran lagi dalam Putusan-Putusannya. Hukum acara kasasi diatur secara
lengkap dalam pasal 40 sampai dengan pasal 53 Undang-Undang no. 14 tahun 1985.
Bab III Undang-Undang no. 14 tahun 1985, mengatur tentang kekuasaan Mahkamah
Agung.
Pasal 28
Undang-Undang no. 14 tahun 1985 menyatakan sebagai berikut:
1. Mahkamah Agung bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus :
a. Permohonan
kasasi;
b. Sengketa
tentang kewenangan mengadili;
c.
Permohonan peninjauan kembali Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
Hukum tetap Pasal 29 Undang-Undang no. 14 tahun 1985 menyatakan : Mahkamah
Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan Tingkat Banding
atau Tingkat Terakhir dari semua
Lingkungan
Peradilan. Selanjutnya, pasal 30 Undang-Undang no. 14 tahun 1985 menyatakan :
Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan Putusan atau penetapan
Pengadilan-Pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan karena :
a. Tidak
berwenang atau melampaui batas wewenang;
b. Salah
menerapkan atau menerapkan Hukum yang berlaku;
c. Lalai
memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Peraturan Perundang- Undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya Putusan yang bersangkutan.
Putusan
atau penetapan Pengadilan dari semua Lingkungan Peradilan dalam tingkat kasasi
akan dibatalkan, karena tidak berwenang atau melampaui batas wewenang misalnya
apabila dilanggar wewenang mengadili secara absolut. Pembatalan Putusan atau
penetapan berdasarkan alasan “salah menerapkan atau melanggar Hukum yang
berlaku”, adalah yang paling bayak dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam taraf
kasasi. Hampir 95 (Sembilan puluh lima) % dari putusan Mahkamah Agung yang
dijatuhkan dalam taraf kasasi membatalkan Putusan Pengadilan yang lebih rendah
berdasarkan alasan tersebut. Pembatalan Putusan berdasarkan alasan “lalai
memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh Peraturan Undang-Undang”. Contoh
konkritnya adalah apabila suatu putusan Pengadilan tidak memuat irah-irah “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” atau Hakim telah lupa untuk
berusaha mendamaikan kedua belah pihak sebelum atau selama proses berjalan.
Pemeriksaan
dalam tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung bukanlah merupakan pemeriksaan tingkat
ketiga. Dalam tingkat kasasi, perkara tidak menjadi “ mentah” lagi, sehingga
mengenai faktanya sudah tidak perlu ditinjau lagi. Mahkamah Agung dalam tingkat
kasasi hanya meneliti soal penerapan Hukumnya saja. Yaitu apakah Putusan atau
penetapan Pengadilan yang dimohonkan kasasi itu “Melanggar Hukum” atau “tidak”.
Istilah
“Hukum” dan “Melanggar Hukum” dipakai, baik dalam arti Hukum Formil maupun
Hukum Materil. Pelanggaran terhadap Hukum formil, yaitu Hukum Acara Perdata
juga merupakan alasan untuk membatalkan Putusan atau penetapan Hakim.
Fakta-faktanya tidak ditinjau lagi, itu bukan masalah yang harus diteliti dalam
tingkat kasasi. Dari sebutan bahwa kasasi adalah pembatalan putusan tingkat
tertinggi, jelaslah, bahwa kasasi bukanlah peradilan tingkat ketiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar