Dari
beberapa pemaparan mengenai teori-teori etika tentang lingkungan,
ditambah dengan gambaran mengenai hubungan dan kedudukan manusia dalam alam
semesta, perlu dirumuskan suatu pemahaman dan sikap yang semakin baik dan
bertanggungjawab terhadap lingkungan hidup. Pemahaman yang semakin tepat adalah
pemahaman yang mendorong pada sikap dan perilaku yang semakin menjamin
keberlangsungan segala proses kehidupan yang terdapat di dalam alam semesta
ini, termasuk diantaranya, manusia.
1.
Teori-teori etika
lingkungan
Sudah diuraikan mengenai ketiga
teori utama etika lingkungan: antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme.
Ketiganya sama-sama menuntut kewajiban dan tanggung jawab manusia terhadap
alam. Antroposentrisme, banyak dituduh sebagai sumber terjadinya eksploitasi
lingkungan. Namun teori ini tetap menuntut kesediaan manusia untuk memelihara
lingkungannya. Teori biosentrisme, memusatkan perhatian pada keseluruhan
kehidupan yang memiliki nilai pada dirinya sendiri, perhatian bukan hanya
ditujukan kepada manusia melainkan juga kepada mahluk hidup lain selain
manusia. Teori ekosentrisme menawarkan pemahaman yang semakin memadai tentang
lingkungan. Kepedulian moral diperluas, sehingga mencakup komunitas ekologis
seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Ekosentrisme yang semakin diperluas
dalam deep ecology dan ecosophy,
sangat menggugah pemahaman manusia tentang kepentingan seluruh komunitas
ekologis. Deep ecology menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat kepada
manusia, melainkan berpusat pada keseluruhan kehidupan dalam kaitan dengan
upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Yang menjadi pusat dunia moral
bukan hanya lagi manusia, melainkan semua spesies, termasuk spesies bukan
manusia. Deep ecology bukan hanya sekedar pemahaman filosofis tentang
lingkungan hidup, melainkan sebuah gerakan konkrit dan praktis penyelamatan
lingkungan hidup. Inilah pandangan yang sebaiknya kita kembangkan secara
konsisten.
2.
Deep ecology dan
pengembangannya
Paham ekosentrisme semakin diperluas
dan diperdalam melalui teori deep ecology,
sebagaimana dipopulerkan oleh Arne Naess, yang menyebut dasar dari filosofinya
tentang lingkungan hidup sebagai ecosophy,
yakni kearifan mengatur hidup selaras dengan alam. Dengan demikian manusia
dengan kesadaran penuh, diminta untuk membangun suatu kearifan budi dan
kehendak, suatu gaya hidup yang semakin selaras dengan alam.
Ada 8 prinsip deep ecology yang
dapat dilihat sebagai pandangan yang rata-rata dianut oleh pendukung deep
ecology.
1.
Kesejahteraan dan keadaan
baik dari kehidupan manusiawi maupun kehidupan bukan manusiawi di bumi,
mempunyai nilai intrinsik. Nilai-nilai ini tak tergantung dari bermanfaat
tidaknya dunia bukan manusiawi untuk tujuan manusia.
2.
Kekayaan dan keanekaan
bentuk-bentuk hidup, menyumbangkan kepada terwujudnya nilai-nilai ini dan
merupakan nilai-nilai sendiri.
3.
Manusia tidak berhak
mengurangi kekayaan dan keanekaan ini, kecuali untuk memenuhi kebutuhan
vitalnya.
4.
Keadaan baik dari
kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocokkan dengan dikuranginya secara
substansia jumlah penduduk. Keadaan baik kehidupan bukan-manusiawi memerlukan dikuranginya
jumlah penduduk itu.
5.
Campur tangan manusia
dengan dunia bukan-manusia kini terlalu besar, dan situasi memburuk dengan
pesat.
6.
Karena itu kebijakan umum
harus berubah. Kebijakan itu menyangkut struktur-struktur dasar dibidang
ekonomi, teknologi dan ideologi. Keadaan yang timbul sebagaimana hasilnya akan
berbeda secara mendalam dengan struktur-struktur sekarang.
7.
Perubahan ideologis
adalah terutama menghargai kualitas kehidupan (artinya, manusia dapat tinggal
dalam situasi-situasi yang bernilai inheren), dan bukan berpegang pada standar
kehidupan yang semakin tinggi. Akan timbul kesadaran mendalam akan perbedaan
antara big(=kuantitas) dan great(=kualitas).
8.
Mereka yang menyetujui
butir-butir sebelumnya berkewajiban secara langsung dan tidak langsung untuk
mengusahakan mengadakan perubahan-perubahan yang perlu.
Manusia dapat saja menggunakan alam
ini demi kegunaan pada dirinya sambil memperhatikan tetap terpeliharanya
kelestarian lingkungan hidup. Keselarasan yang betul serta keseimbangan yang
sehat antara kebutuhan manusia dan pelestarian lingkungan menuntut juga
penaklukan alam oleh kearifan teknik manusia. Oleh karena dua sikap ekstrim
berikut harus ditolak: Pertama, memandang dan memperlakukan alam sejauh
berguna bagi manusia dan menguasainya sejauh dimungkinkan oleh kemampuan
teknologi semata; dan yang kedua adalah, faham ’mistisisle alam’ sejauh
faham itu menganggap bahwa dunia ini harus diterima begitu saja dan tak boleh
di apa-apakan oleh manusia. Kedua pandangan ini yang pertama, memutlakkan campur
tangan manusia terhadap alam, dan yang kedua menolak sama sekali campur tangan
manusia terhadap alam.
3.
Kedudukan tepat manusia
dalam alam.
Pandangan deep ecology patut dihargai karena menempatkan manusia sebagai
bagian dari alam. Pandangan ekosentrisme juga bisa dibenarkan sejauh pandangan
itu tidak melepaskan manusia dari alam. Alam memang mempunyai nilai intrisik,
yang tidak tergantung pada manfaatnya untuk manusia. Akan tetapi, kita perlu
juga realistis melihat bahwa pendekatan teknokratis telah membawa manfaat yang
tidak perlu bahkan tidak perlu dihilangkan lagi. Yang harus ditolak adalah
pendekatan teknokratis yang merusak alam dan tidak memeliharanya. Sebaliknya,
jika kita menerima ekosentrisme, kita tidak boleh jatuh dalam ekstrem lain,
yaitu ”ekofasisme”, di mana manusia sebagai individu dikorbankan kepada alam
sebagai keseluruhan[i]. Hanya
manusialah yang kita sebut ’persona” yang mempunyai martabat khusus, yang tidak
dimiliki oleh mahluk hidup lainnya. Biospherical
egalitarianisme tidak bisa dibenarkan bila dimaksudkan sebagai penyamaan
martabat semua mahluk hidup. Pengakuan bahwa segenap mahluk mempunyai nilai
dalam dirinya sendiri, termasuk dalam hal ini manusia, tidak boleh membawa
konsekuensi pengurangan derajat dan martabat manusia sebagai satu-satunya
mahluk di bumi ini yang memiliki akal budi dan kehendak bebas. Akan tetapi
pengenaan martabat istemewa kepada pribadi manusia, martabat alam tidak
dikurangi sedikitpun, tetapi justru ditingkatkan. Dengan keistimewaan yang
dimilikinya itu, manusia menjadi satu-satunya mahluk hidup yang memilik
tanggungjawab moral, terhadap dirinya sendiri dan juga lingkungannya. Maka,
melalui manusia, alam bertanggung jawab atas nasibnya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar