Adanya kesadaran yang
mendalam pada manusia bahwa manusia dan lingkungan berkaitan sangat erat, dan
sangat bergantung pada alam. Hal ini mendorong tumbuhnya kemauan manusia untuk
mengetahui lebih banyak tentang alam, hingga akhirnya memunculkan suatu
disiplin ilmu yang disebut ecology, yang
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
hubungan timbakl balik antara manusia dan lingkungannya[1].
Beberapa peristiwa penting kesadaran dan komitmen manusia terhadap lingkungan
hidup dapat disebutkan sebagai berikut ini:
1. World Environmental
Movement (1972)
Perhatian atas krisis
lingkungan hidup tidak lagi hanya menjadi urusan masing-masing negara atau
perorangan. melainkan sudah menjadi keprihatian masyarakat dunia secara
bersama. Gerakan kesadaran ekologi secara internasional diprakarsai oleh PBB
dengan mengadakan konferensi Gerakan Lingkungan Hidup Sedunia (World
Environmental Movement) di Stocholm , Swedia pada 5-16 Juni 1972, yang kemudian
setiap tahun diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia[2].
PP juga membentuk badan khusus yang menangani masalah lingkungan hidup yaitu
United Nations Environmental Programme (UNEP). Sejak saat itu, gerakan ekologi
telah melibatkan berbagai negara di dunia dan juga lembaga-lembaga
non-pemerintah (LSM).
2.
Konferensi
Rio de Janerio (1992)
Konferensi Rio de Janerio
(yang sering disebut juga KTT Bumi) dapat dianggap sebuah tonggak sejarah dalam
penanganan masalah-masalah lingkungan. Ini adalah sebuah babak baru perjuangan
manusia menghadapi masalah-masalah lingkungan dalam memasuki abad ke-21, yang
dibangun berdasarkan kesadaran akan pentingnya pengaitan strategi-strategi
penanganan masalah-masalah lingkungan ke dalam kebijak pengembangan ekonomi
suatu negara, bahkan pengembangan ekonomi dunia[3].
KTT Bumi (Earth Summit)
tentang lingkungan dan Pembangunan yang dikenal dengan nama United Nations
Conference of Environmental and Development (UNCED) mengambil tema ”Think
globally, act locally”, yang menekankan perlunya semangat kebersamaan untuk
mengatasi berbagai masalah yang ditibulkan oleh benturan mantara upaya-upaya
melaksanakan pembangunan di satu pihak dan melestarikan sumber daya alam
dipihak lain. Kesepakatan yang dicapai dalam KTT tersebut tertuang dalam
beberapa dokumen penting, yakni: Agenda 21, Prinsip-prinsip Kehutanan, Konvensi
Perubahan Iklim, dan konvensi Keanekaragaman hayati. Denagan demikian secara
politis telah diletakkan dasar bagi kebijakan pembangunan yang berwawasan
lingkungan[4].
Dari serangkaian kesepakatan yang dicapai dalam KTT terdapat tiga masalah
global paling mendesak dalam memasuki abad 21, yang menuntut penanganan bersama
seacara serius, yakni: perubahan iklim akibat kecerobohan manusia,
menghilangnya keragaman hayati, dan perlunya pembatasan jumlah penduduk serta
perubahan pola konsumsi masyarakat modern. Efektifitas dari penanganan ketiga
masalah pokok tersebut sedang dikaji terus menerus mmelalui kebijakan dan
tindakan konkrit yang diambil kemudian di masing-masing negara[5].
3.
Protokol
Kyoto (1977)
Protokol Kyoto, yang
merupakan hasil perundingan yang berjalan selama empat tahun, dan diadopsi
tahun 1997, dapat dilihat sebagai tonggak lanjutan keseriusan berbagai negara
untuk menyelamatkan bumi dari kehancuran totalnya. Elemen-elemen utama protokol
Kyoto adalah target kuantitatif dan waktu penurunan emisi gas serta mekanisme
pencapaian target tersebut protokol kyoto merupakan dasar bagi negara-negara
industri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca gabungan mereka paling sedikit 5
persen dari tingkat emisi 1990 menjelang periode 2008-2001, diperkirakan, jika
pola konsumsi, gaya hidup, dan pertambahan penduduk tidak berubah, 100 tahun
yang akan datang konsentrasi CO2 akan meningkat menjadi 580 ppmv atau dua kali lipat dari zaman pra
industri, akibatnya maka dalam kurun waktu 100 tahun mendatang suhu rata-rata
bumi akan meningkat hingga 4,5 derajat Celcius[6].
4.
Implementasinya di
Indonesia
Kesadaran
ekologi di Indonesia sudah muncul pada dekade 1960-1n, mengikuti apa yang
berkembang di dunia internasional dan sekaligus sebagai reaksi wajar atas
pembangunan yang sedang giat dilaksanankan di dalam negeri. Kesadaran ekologi
di negeri ini tidak hanya melibatkan pemerintah, melainkan juga bebagai
kalangan swasta, seperti LSM-LSM bahkan lembaga-lembaga keagamaan. Dari pihak
pemerintah, kesadaran ekologi terutama dikembangkan oleh Departemen
Kependudukan dan Lingkungan Hidup dengan memberlakukan Undang-Undang Lingkungan
Hidup (UULH).Di dalam UULH itu dapat ditemukan salah satu upaya pemerintah
mengatasi masalah lingkungan hidup, yaitu melali AMDAL (Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan)[7].
Ketika Indonesia meratifikasi protokol Kyoto, maka secara legal protokol ini menjadi
bagian sistem hukum nasional yang harus diimplementasikan dalam berbagai
kebijaksanaan dan pedoman pelaksanaannya. Merupakan tanggung jawab pemerintah
bahwa Protokol Kyoto diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas
pembangunan nasional[8].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar