Orang tua adalah komponen
keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan
perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki
tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk
mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan
bermasyarakat. Sedangkan pengertian
orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga, karena orang tua
merupakan bagian keluarga besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh
keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Secara tradisional,
keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang
yang dihubungkan dengan pertalian darah, perkawinan atau adopsi (hukum)
yang memiliki tempat tinggal bersama.
Sedang Morgan dalam Sitorus (1988;45) menyatakan bahwa keluarga
merupakan suatu grup sosial primer yang didasarkan pada ikatan perkawinan
(hubungan suami-istri) dan ikatan kekerabatan (hubungan antar generasi, orang
tua – anak) sekaligus. Namun secara dinamis individu yang membentuk sebuah
keluarga dapat digambarkan sebagai anggota dari grup masyarakat yang paling
dasar yang tinggal bersama dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan individu
maupun antar individu mereka. Bila ditinjau berdasarkan Undang-undang no.10
tahun 1972, keluarga terdiri atas ayah, ibu dan anak karena ikatan darah maupun
hukum. Hal ini sejalan dengan pemahaman
keluarga di negara barat, keluarga mengacu pada sekelompok individu yang
berhubungan darah dan adopsi yang diturunkan dari nenek moyang yang sama.
Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikan sebagai tempat atau lembaga pengasuhan yang paling dapat memberi
kasih sayang, kegiatan menyusui, efektif dan ekonomis.
Di dalam keluargalah kali pertama anak-anak mendapat pengalaman dini
langsung yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari melalui
latihan fisik, sosial, mental, emosional dan spritual. Karena anak ketika baru
lahir tidak memiliki tata cara dan kebiasaan (budaya) yang begitu saja terjadi
sendiri secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lain, oleh karena
itu harus dikondisikan ke dalam suatu hubungan kebergantungan antara anak
dengan agen lain (orang tua dan anggota keluarga lain) dan lingkungan yang
mendukungnya baik dalam keluarga atau lingkungan yang lebih luas (masyarakat),
selain faktor genetik berperan pula (Zanden, 1986;78). Bahkan seperti juga yang dikatakan oleh Malinowski
(1930;23) dalam Megawangi (1998;34) tentang “principle of legitimacy” sebagai
basis keluarga, bahwa struktur sosial (masyarakat) harus diinternalisasikan
sejak individu dilahirkan agar seorang anak mengetahui dan memahami posisi dan
kedudukannya, dengan harapan agar mampu menyesuaikannya dalam masyarakat kelak
setelah ia dewasa. Dengan kata lain, keluarga merupakan sumber agen terpenting
yang berfungsi meneruskan budaya melalui proses sosialisasi antara individu
dengan lingkungan.
Selanjutnya, perlu diingat bahwa
keluarga merupakan suatu sistem yang terdiri atas elemen-elemen yang
saling terkait antara satu dengan lainnya dan memiliki hubungan yang kuat. Oleh karena itu, untuk mewujudkan satu fungsi
tertentu bukan yang bersifat alami saja melainkan juga adanya berbagai faktor
atau kekuatan yang ada di sekitar keluarga, seperti nilai-nilai, norma dan
tingkah laku serta faktor-faktor lain yang ada di masyarakat. Sehingga di sini keluarga dapat dilihat juga
sebagai subsistem dalam masyarakat (unit terkecil dalam masyarakat) yang saling
berinteraksi dengan subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat, seperti sistem
agama, ekonomi, politik dan pendidikan; untuk mempertahankan fungsinya dalam
memelihara keseimbangan sosial dalam masyarakat.
Untuk menciptakan ketertiban sosial diperlukan suatu struktur yang
dimulai dalam keluarga. Plato
mengibaratkannya seperti tubuh manusia, yang terdiri atas tiga bagian yaitu,
kepala (akal), dada (emosi dan semangat) dan perut (nafsu) yang memperlihatkan
hirarki dan struktur dalam tubuh organik manusia itu sendiri, dimana
masing-masing individu akan mengetahui di mana posisinya dan mampu menjalankan
fungsi-fungsi yang diembannya melalui pembagian kerja (division of labor) yang
patuh pada sistem nilai yang melandasi sistem tersebut (Plato dalam Megawangi,
1999;48).
Selanjutnya dijelaskan bahwa ada tiga elemen utama dalam struktur
internal keluarga, yaitu
1) status sosial, dimana dalam keluarga nuklir distrukturkan oleh tiga
struktur utama, yaitu bapak/suami, ibu/istri dan anak-anak. Sehingga keberadaan
status sosial menjadi penting karena dapat memberikan identitas kepada individu
serta memberikan rasa memiliki, karena ia merupakan bagian dari sistem
tersebut,
2) peran sosial, yang menggambarkan peran dari masing-masing individu
atau kelompok menurut status sosialnya dan
3) norma sosial, yaitu standar tingkah laku berupa sebuah peraturan
yang menggambarkan sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sosial.
Selain definisi di atas Suparlan (1993;76) mendefinisikan keluarga merupakan
kelompok sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. hubungan sosial diantara
anggota keluarga relatif tetap dan didasarkan atas ikatan perkawinan, darah
atau adopsi.
Hubungan antara anggota keluarga dijiwai oleh suasana kasih sayang dan
rasa tanggung jawab. Dari beberapa
paparan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa peran orang tua adalah fungsi
yang dimainkan oleh orang tua yang berada pada posisi atau situasi tertentu
dengan karakteristik atau kekhasan tertentu pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar