Abad 21 dikenal sebagai era globalisasi. Era globalisasi bukan hanya
tantangan , tetapi juga sekaligus mempunyai peluang. Tantangan merupakan
fenomena yang semakin ekstensif, yang
mengakibatkan batas-batas politik, ekonomi antarbangsa menjadi samar dan
hubungan antarbangsa menjadi sangat transparan. Globalisasi memiliki implikasi
yang luas tehadap penghidupan dan kehidupan berbangsa dan bernegara, baik
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan
Di bidang kebudayaan, bahasa Inggris akan menjadi bahasa dunia yang universal. Tetapi, bersamaan dengan itu, bahasa ibu (bahasa daerah) dan bahasa Indonesia menjadi lebih penting dan perlu dilestarikan sebagai jati diri bangsa. Naisbitt (1994:20) dalam buku Global Paradox menyatakan bahwa semakin kita menjadi universal, semakin tumbuh pula sikap primordialisme (kesukuan).
Ditinjau dari perspektif kebangsaan, globalisasi menumbuhkan kesadaran bahwa kita merupakan warga dari suatu masyarakat global dan mengambil manfaat darinya. Namun, di sisi lain, makin tumbuh pula dorongan untuk lebih melestarikan dan memperkuat jati diri atau identitas bangsa. Di era globalisasi, bangsa-bangsa bersatu secara mengglobal, tetapi bersamaan dengan itu muncul pula rasa kebangsaan yang berlebih-lebihan (chauvinisme) pada masing-masing bangsa. Keadaan demikian menurut Naisbitt sebagai global paradoks.
Pada abad 21 ini, suka atau tidak suka, mau tidak mau, Indonesia akan terkena arus liberalisasi perdagangan barang dan jasa. Jika tidak mau, Indonesia akan dikucilkan oleh negara-negara lain dan akan mendapat sanksi embargo ekonomi secara internasional. Padahal Indonesia masih sangat tergantung pada barang-barang impor, investasi, dan hutang dari luar negeri. Di samping itu, kita pun (baca: Indonesia) juga masih memerlukan pemasaran produk-produk ke luar negeri. Permasalahannya siapkah kita menghadapi persaingan dengan negara lain yang dalam banyak hal lebih siap, seperti dari sumber daya manusianya, ilmu pengetahuan dan teknologinya, serta modalnya? Jika tidak mampu, maka kita akan kalah dalam persaingan global tersebut.
Soedjatmoko (1991:97) menggambarkan sifat-sifat dan kemampuan yang harus dimiliki manusia Indonesia di masa mendatang sebagai berikut.
a. Orang harus serba tahu (well informed), dan harus selalu menyadari bahwa proses belajar tidak akan pernah selesai di dalam dunia yang terus berubah secara sangat cepat. Dia harus mampu mencerna informasi yang banyak tapi tuntas, itu artinya harus mempunyai kemampuan analisis yang tajam, mampu berpikir integratif serta dapat bereaksi cepat.
b. Orang harus kreatif dalam memberikan jawaban terhadap tantangan baru, serta mempunyai kemampuan mengantisipasi setiap perkembangan.
c. Mempunyai kepekaan terhadap keadilan sosial dan solidaritas sosial. Peka terhadap batas-batas toleransi masyarakat serta terhadap perubahan sosial dan ketidakadilan.
d. Memiliki harga diri dan kepercayaan pada diri sendiri berdasarkan iman yang kuat.
e. Sanggup mengidentifikasi dimensi-dimensi moral dan etis dalam perubahan sosial dan pilihan teknologi. Selanjutnya juga sanggup menginterpretasikan ketentuan-ketentuan agama sehingga terungkaplah relevansinya dalam pemecahan masalah dan perkembangan-perkembangan baru.
Sebagai perbandingan Ulrih Teicher (1997:540 mengemukakan bahwa manusia masa depan harus mempunyai persyaratan kualitas dan kemampuan sebagai berikut.
a. Fleksibel.
b. Mampu dan bersedia untuk berpartisipasi dalam inovasi serta menjadi kreatif.
c. Mampu menguasai hal-hal yang tidak menentu atau seringkali berubah-ubah.
d. Tertarik dan siap belajar seumur hidup.
e. Memiliki kepekaan sosial dan keterampilan berkomunikasi.
f. Mampu bekerja dalam tim.
g. Mampu mengambil tanggung jawab yang diserahkan padanya.
h. Mampu menyiapkan diri untuk melakukan internasionalisasi pasaran kerja melalui pengertiannya tentang macam-macam budaya.
i. Cakap dalam bebagai hal, baik keterampilan umum, maupun keterampilan profesional.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manusia Indonesia yang ideal adalah manusia yang mampu menghadapi tantangan masa depan yang semakin rumit dan tidak menentu. Mereka itu adalah yang memiliki beberapa sifat sebagai berikut.
1. Mampu meningkatkan produktivitas kerja.
2. Memiliki kemampuan berpikir kreatif dan analitis.
3. Memiliki ilmu dasar yang luas serta keterampilan kerja yang tinggi.
4. Kesiapan untuk belajar sepanjang hidup agar dapat meningkatkan kemampuannya secara berkelanjutan.
5. Fleksibel dan adaptif, yang keduanya digunakan untuk menghadapi berbagai perubahan yang sangat cepat.
6. Memiliki moralitas yang baik, yang bersumber pada agama yang diyakini.
Menghadapi globalisasi yang memiliki dampak positif dan negatif, dibutuhkan komitmen terhadap prinsip-prinsip moral yang semakin kuat. Diyakini pula bahwa pendidikan berada di garis depan untuk mewujudkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar