Para ahli psikologi menggunakan
dua istilah yang berkaitan dengan
kemandirian yaitu independence dan autonomy (Steinberg, dalam Hendriyani
2005). Seiring dengan pertambahan usia seseorang maka terjadilah perubahan pada
tugas perkembangannya. Begitu pula perubahan dalam penggunaan istilah-istilah
yang menunjukan kemandirian. Istilah
independence dan autonomy sering dipertukarkan (interchangeable) sesuai dengan
penggunaan konsep kedua istilah tersebut (Steinberg, 1993). Istilah tersebut
memiliki arti yang sama yakni kemandirian, tetapi secara konseptual kedua
istilah tersebut berbeda.
Secara bahasa independence
berarti kemerdekaan atau kebebasan (Echols, 1996). Sedangkan secara konseptual
sebagaimana dikemukakan Steinberg (1993) bahwa independence generally refers to
individual capacity to behave on their
own. Pernyataan tersebut menegaskan
bahwa independence menunjukan pada kapasitas seseorang untuk memperlakukan
dirinya sendiri. Seseorang yang sudah memiliki independence akan mampu
melakukan sendiri aktivitas dalam kehidupan tanpa adanya pengaruh pengawasan
orang lain terutama orang tua. Misalnya, ketika anak hendak pergi ke sekolah,
ia akan memakai baju seragam sekolah dengan sendirinya tanpa harus dibantu
orang tua untuk memakaikannya.
Kemandirian yang mengarah pada konsep independece ini merupakan bagian
dari perkembangan autonomy selama masa remaja, namun autonomy mencakup dimensi
yang lebih luas lagi yaitu dimensi emosional, behavioral dan nilai (Steinberg,
1993).
Ryan & Lynch (Hendriyani,
2005) berpendapat bahwa “autonomy is an ability to regulate one’s behavior, to
select and guide one’s decision and action, without undue control from parent
or dependence on parent”. Kemandirian adalah kemampuan dalam mengatur tingkah
laku, menyeleksi dan membimbing keputusan dan perilakunya tersebut tanpa ada
paksaan serta pengontrolan dari orang tua atau pengawasaan orang tua. Kemampuan
tersebut berarti individu mampu mengelola potensi yang dimilikinya dan siap
menerima konsekuensi dari keputusan yang diambil. Dinyatakan pula oleh Kartadinata (Hendriyani,
2005) bahwa kemandirian sebagai kekuatan motivasional dalam diri individu untuk
mengambil keputusan dan menerima tanggung jawab atas konsekuensi keputusan itu.
Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Siahaan (Ningsih, 2005) yang menjelaskan
bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk berdiri sendiri atau menggali
potensi-potensi yang ada pada dirinya, agar tidak tergantung pada orang lain,
baik dalam merumuskan kebutuhan-kebutuhannya, maupun dalam mengatasi kesulitan
dan tantangan yang dihadapinya serta bertanggung jawab dan berdiri sendiri. Dikemukakan pula oleh Conell (Hendriyani,
2005) bahwa “autonomy is experience of choice in the intuition, maintenance and
regulation of behaviour and the experience of connectedness between one’s
action and personal goa ls and values”.
Dengan adanya kesempatan untuk
mengawali, menseleksi, menjaga dan mengatur tingkah laku, menunjukan adanya
suatu kebebasan pada setiap individu yang mandiri untuk menentukan sendiri
perilaku yang hendak ia tampilkan, menentukan langkah hidupnya, tujuan hidupnya
dan nilai-nilai yang akan dianut serta diyakininya. Lerner (Budiman, 2006)
memberikan konsep mengenai kemandirian, yaitu mencakup kebebasan untuk
bertindak, tidak bergantung kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkungan dan
bebas mengatur kebutuhan sendiri. Konsep yang diberikan oleh Lerner ini hampir
senada dengan yang diajukan Watson dan Lindgren (Budiman, 2006) bahwa
kemandirian ialah kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi hambatan,
gigih dalam usaha, dan melakukan sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Dengan kata lain kemandirian tersebut merupakan kemampuan dalam mengelola diri
sehigga ia mampu mengoptimalkan semua potensi yang dimiliki dalam berusaha
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dinyatakan pula oleh Steinberg
(1993) bahwa kemandirian adalah kemampuan individu dalam mengelola dirinya
sendiri. Individu yang mandiri menurut Steinberg adalah individu yang mampu
mengelola dirinya sendiri. Steinberg (1993) mengemukakan ada tiga aspek
kemandirian yaitu :
1. Emotional autonomy, mengacu
kepada tidak melihat orang dewasa sebagai orang yang serba tahu, tidak
bergantung pada orang dewasa, individuated dengan pertimbangan sendiri
2. Behavioral autonomy, perubahan
kedekatan emosional; yakni mampu membuat keputusan berdasarkan pertimbangan
sendiri, mencapai keputusan yang bebas, berfikir semakin abstrak
3. Value autonomy, ditandai
dengan mengemukakan pendapat benar-salah, penting dan tidak penting, keyakinan
pada prinsip ideologi, keyakinan pada nilai-nilai sendiri. Konsep kemandirian yang digunakan dalam penelitian
ini mengacu pada konsep Steinberg (1993) yang dalam tulisannya menggunakan
istilah autonomy. Menurutnya individu mandiri adalah individu yang mampu
mengelola dirinya sendiri (self governing person).
Kemampuan dalam mengelola diri
sendiri ini ditandai dengan kemampuannya untuk tidak bergantung kepada dukungan
emosional orang lain terutama orang tua, mampu mengambil keputusan secara
mandiri dan mampu menerima akibat dari keputusan secara mandiri dan mampu
menerima akibat dari keputusan tersebut, serta memiliki seperangkat prinsip
tentang benar dan salah serta tentang penting dan tidak penting (Steinberg,
1993). Individu yang memiliki
kemandirian akan dapat menentukan pilihannya sendiri tanpa dibingungkan oleh
pengaruh-pengaruh dari luar dirinya, dan bertanggung jawab atas keputusan yang
diambilnya. Pengertian tentang kemandirian yang telah dikemukakan oleh beberapa
tokoh dan pakar tersebut, dapat diambil intisarinya bahwa istilah kemandirian
diartikan sebagai kemampuan untuk mengatur dan menyeleksi tingkah laku,
membimbing keputusan serta berani bertanggung jawab atas keputusannya itu.
Secara singkat dapat terlihat bahwa substansi kemandirian yaitu kemampuan
:
1. Menseleksi, mengatur dan
mengelola setiap tindakannya
2. Mengambil keputusan dan
inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
3. Percaya pada diri dalam
mengerjakan tugas-tugasnya, dan
4. Bertanggungjawab terhadap apa
yang dilakukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar