Stratifikasi sosial berasal dari kiasan yang menggambarkan keadaan kehidupan
masyarakat. Menurut Pitirim A. Sorokin, stratifi kasi sosial (social
stratifi cation) adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke dalam
kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya
kelas-kelas sosial lebih tinggi dan kelas sosial yang lebih rendah.
Selanjutnya, Sorokin menjelaskan bahwa dasar dan inti lapisan sosial dalam
masyarakat disebabkan tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak, kewajiban,
dan tanggung jawab nilai sosial di antara anggota masyarakat.
Pitirim A. Sorokin mengatakan pula bahwa sistem lapisan merupakan ciri
yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat teratur. Barang siapa memiliki
sesuatu yang berharga dalam jumlah banyak maka akan dianggap memiliki kedudukan
di lapisan atas. Bagi mereka yang hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak
memiliki sesuatu yang berharga maka akan dipandang memiliki kedudukan rendah.
Menurut Soerjono Soekanto, selama
pada masyarakat terdapat sesuatu yang dihargai maka hal itu akan menjadi bibit
yang menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis. Barang atau sesuatu yang
dihargai pada masyarakat mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai
ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, ketaatan
dalam beragama, atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat.
Hassan Sadilly mengatakan bahwa lapisan dalam masyarakat menunjukkan:
a.
keadaan senasib, dengan paham ini kita mengenal lapisan yang terendah, yaitu
lapisan pengemis, lapisan masyarakat kelas bawah, dan sebagainya;
b. persamaan
batin atau kepandaian, lapisan masyarakat terpelajar, atau lapisan masyarakat
sejenisnya bahwa di dalamnya terdapat stratifikasi sosial berdasarkan tingkat
penguasaan akan ke- ilmuannya (pengetahuan).
Dengan
demikian, kehidupan pada masyarakat akan dijumpai orang-orang yang memiliki
sesuatu yang dihargai atau dibanggakan karena lebih banyak daripada orang lain.
Oleh karena itu, ia akan dianggap mempunyai status atau kedudukan sosial yang
lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki sesuatu yang terbatas atau
tidak memilikinya sama sekali sehingga kedudukannya di masyarakat akan lebih rendah.
Seseorang yang memiliki kedudukan, baik yang rendah maupun yang tinggi,
sama-sama memiliki sifat yang kumulatif. Artinya, mereka yang memiliki
kedudukan ekonomi tinggi biasanya relatif mudah untuk menduduki kedudukan yang
lain sehingga mendapat kehormatan di masyarakat. Begitu juga bagi mereka yang
sedikit memiliki sesuatu atau bahkan tidak memilikinya.
Biasanya mereka akan
cenderung semakin sulit untuk menaikkan kedudukannya karena mereka tidak
memiliki sesuatu yang diandalkan atau dibanggakan. Pada prinsipnya, kedudukan
sosial ini dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu kelas ekonomi, kelas
sosial, dan kelas politik. Orang yang memiliki kebanggaan tertentu dalam bidang
politik atau kekuasaan, biasanya cenderung akan menduduki juga lapisan atas yang
didasarkan pada nilai ekonomis. Mereka yang kaya secara material, umumnya
cenderung menempati kedudukan penting dalam pemerintahan, sepanjang didukung
oleh nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat yang bersangkutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar