Alex Inkeles dan david H. Smith
(1974:19-24) adalah salah satu di antara ahli yang mengemukakan tentang
kualitas dan sikap orang modern. Menurut Inkeles (1974:24) kualitas manusia
modern tercermin pada orang yang berpartisipasi dalam produksi modern yang
dimanifestasikan dalam bentuk sikap, nilai, dan tingkah laku dalam kehidupan
sosial. Ciri-cirinya meliputi keterbukaan terhadap pengalaman baru, selalu
membaca perubahan sosial, lebih realitas terhadap fakta dan pendapat,
berorientasi pada masa kini dan masa yang akan datang bukan pada masa lalu,
berencana, percaya diri, memiliki aspirasi, berpendidikan dan mempunyai
keahlian, respek, hati-hati, dan memahami produksi.
Ciri-ciri orang modern tersebut
hampir sama dengan yang dikemukakan oleh gunar Myrdal, yaitu:
1.
Kesiapan diri
dan keterbukaan terhadap inovasi.
2.
Kebebasan yang
besar dari tokoh-tokoh tradisional.
3.
Mempunyai
jangkauan dan pandangan yang luas terhadap berbagai masalah.
4.
Berorientasi
pada masa sekarang dan yang akan datang.
5.
Selalu berencana
dalam segala kegiatan.
6.
Mempunyai
keyakinan pada kegunaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
7.
Percaya bahwa
kehidupan tidak dikuasai oleh nasib dan orang tertentu.
8.
Memiliki
keyakinan dan menggunakan keadilan sesuai dengan prinsip masing-masing.
9.
Sadar dan
menghormati orang lain (Siagian, 1972).
Menurut Harsojo (1978:5),
modernisasi sebagai sikap yang menggambarkan:
1.
Sikap terbuka
bagi pembaharuan dan perubahan.
2.
Kesanggupan
membentuk pendapat secara demokratis.
3.
Berorientasi
pada masa kini dan masa depan.
4.
Meyakini
kemampuan sendiri.
5.
Menyakini
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6.
Menganggap bahwa
ganjaran itu hasil dari prestasi.
Orang yang terbuka terhadap
pengalaman-pengalaman baru akan lebih siap untuk menanggapi segala peluang, tantangan
dan perubahan sosial, misalnya dalam mengubah standar hidupnya. Orang-orang
yang terbuka terhadap ide-ide baru ini merupakan wirausaha yang inovatif dan
kreatif yang ditemukan dalam jiwa kewirausahaan. Menurut Yurgen Kocka (1975),
“Pandangan yang luas dan dinamis serta kesediaan untuk pembaharuan, bisa lebih
cepat berkembang dalam lapangan industri, tidak lepas dari suatu latar belakang
pendidikan, pengalaman perjalanan yang banyak” (Yuyun Wirasasmita, (1982:44).
Dalam konteks ini, juga dijumpai perpaduan yang nyata antara usaha perdagangan
yang sistematis dan rasional dengan kemampuan bereaksi terhadap
kesempatan-kesempatan yang didasari keberanian berusaha. Wirausaha adalah
kepribadian unggul yang mencerminkan budi yang luhur dan suatu sifat yang pantas
diteladani, karena atas dasar kemampuannya sendiri dapat melahirkan suatu
sumbangsih dan karya untuk kemajuan kemanusian yang berlandaskan kebenaran dan
kebaikan.
Seperti telah diungkapkan bahwa
wirausaha sebenarnya adalah seorang inovator atau individu yang mempunyai
kemampuan naluriah untuk melihat benda-benda materi sedemikian rupa yang
kemudian terbukti benar, mempunyai semangat dan kemampuan serta pikiran untuk
menaklukkan cara berpikir yang tidak berubah, dan mempunyai kemampuan untuk
bertahan terhadap oposisi sosial (Heijrachman Ranupandoyo, 1982;1). Wirausaha
berperan dalam mencari kombinasi-kombinasi baru yang merupakan gabungan dari
lima proses inovasi, yaitu menemukan pasar-pasar baru, pengenalan barang-barang
baru, metode produksi baru, sumber-sumber penyediaan bahan-bahan mentah baru,
serta organisasi industri baru. Wirausaha merupakan inovator yang dapat
menggunakan kemampuan untuk mencari kreasi-kreasi baru.
Dalam perusahaan, wirausaha adalah
seorang inisiator atau organisator penting suatu perusahaan. Menurut Dusselman
(1989:16), seseorang yang memiliki jiwa kewirausahaan ditandai oleh pola-pola
tingkah laku sebagai berikut:
1.
Inovasi, yaitu
usaha untuk menciptakan, menemukan dan menerima ide-ide baru.
2.
Keberanian untuk menghadapi resikop, yaitu
usaha untuk menimbang dan menerima resiko dalam pengambilan keputusan dan dalam
menghadapi ketidakpastian.
3.
Kemampuan
manajerial, yaitu usaha-usaha yang dilakukan untuk melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen, meliputi (1) usaha perencanaan, (2) usaha untuk mengkoordinir, (3)
usaha untuk menjaga kelancaran usaha, (4) usaha untuk mengwasi dan mengevaluasi
usaha.
4.
Kepemimpinan,
yaitu usaha memotivasi, melaksanakan, dan mengarahkan tujuan usaha.
Menurut Kathleen L. Hawkins &
Peter A. Turla (1986) pola tingkah laku kewirausaha di atas tergambar pula
dalam perilaku dan kemampuan sebagai berikut.
1.
Kepribadian,
aspek ini bisa diamati dari segi kreativitas, disiplin diri, kepercayaan diri,
keberanian menghadapi risiko, memiliki dorongan, dan kemauan kuat.
2.
Hubungan, dapat
dilihat dari indikator komunikasi dan hubungan antar-personal, kepemimpinan,
dan manajemen.
3.
Pemasaran,
meliputi kemampuan dalam menentukan produk dan harga, perilklanan dan promosi.
4.
Keahlian dalam
mengatur, diwujudkan dalam bentuk penentuan tujuan, perencanaan, dan
penjadwalan, serta pengaturan pribadi.
5.
Keuangan,
indikatornya adalah sikap terhadap uang dan cara mengatur uang.
David Mc Clelland (1961:205)
mengemukakan enam ciri perilaku kewirausahaan, yaitu:
1.
Keterampilan
mengambilan keputusan dan mengambil risiko yang moderat, dan bukan atas dasar
kebetulan belaka.
2.
Energik,
khususnya dalam bentuk berbagai kegiatan inovatif.
3.
Tanggung jawab
individual.
4.
Mengetahui
hasil-hasil dari berbagai keputusan yang diambilnya, dengan tolok ukur satuan
uang sebagai indikator keberhasilan.
5.
Mampu
mengantisipasi berbagai kemungkinan di masa datang.
6.
Memiliki
kemampuan berorganisasi, meliputi kemampuan, kepemimpinan, dan manajerial.
Telah dikemukakan di atas bahwa
wirausaha adalah inovator dalam mengombinasikan sumber-sumber bahan baru,
teknologi baru, metode produksi baru, akses pasar baru, dan pangsa pasar baru
(Schumpeter, 1934). Oleh Ibnu Soedjono (1993) perilaku kreatif dan inovatif
tersebut dinamakan “entrepreneurial
action”, yang ciri-cirinya (1) selalu mengamankan investasi terhadap
risiko, (2) mandiri, (3) berkreasi menciptakan nilai tambah, (4) selalu mencari
peluang, (5) berorientasi ke masa depan.
Perilaku tersebut dipengaruhi oleh
nilai-nilai kepribadian wirausaha, yaitu nilai-nilai keberanian menghadapi
risiko, sikap positip, dan optimis, keberanian mandiri, dan memimpin, dan
kemauan belajar dari pengalaman.
Keberhasilan atau kegagalan
wirausaha sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik eksternal maupun
internal. Menurut Sujuti Jahja (1977), faktor internal yang berpengaruh adalah
kemauan, kemampuan, dan kelemahan. Sedangkan faktor yang berasal dari eksternal
diri perlaku adalah kesempatan atau peluang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar