Revolusi Hijau pada dasarnya
adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional ke cara
modern. Revolusi Hijau ditandai dengan makin berkurangnya ketergantungan petani
pada cuaca dan alam, digantikan dengan peran ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam upaya meningkatkan produksi pangan. Revolusi Hijau sering disebut juga
Revolusi Agraria. Pengertian agraria meliputi bidang pertanian, perkebunan,
peternakan, perikanan, dan kehutanan.
Lahirnya Revolusi Hijau melalui
proses panjang dan akhirnya meluas ke wilayah Asia dan Afrika. Revolusi Hijau
mulai mendapat perhatian setelah Thomas Robert Malthus (1766–1834) mulai
melakukan penelitian dan me- maparkan hasilnya. Malthus menyatakan bahwa kemiskinan
adalah masalah yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Kemiskinan terjadi
karena pertumbuhan penduduk dan peningkatan produksi pangan yang tidak
seimbang. Pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan
hasil pertanian (pangan). Malthus berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk
mengikuti deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, 31, 64, dan seterusnya), sedangkan hasil
pertanian mengikuti deret hitung (1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, dan seterusnya).
Hasil penelitian Malthus itu
menimbulkan kegemparan di Eropa dan Amerika. Akibatnya, muncul berbagai gerakan
pengendalian pertumbuhan penduduk dan usaha penelitian pencarian bibit unggul
dalam bidang pertanian. Revolusi Hijau menjadi proyek penelitian untuk
meningkatkan produksi pangan di berbagai negara di dunia. Sejumlah varietas
padi-padian baru yang unggul, khususnya gandum, padi, dan jagung dikembangkan
dalam upaya melipat- gandakan hasil pertanian. Pelaksanaan penelitian pertanian
disponsori oleh lembaga Ford and Rockefeller Foundation. Penelitian itu dilakukan
di negara Meksiko, Filipina, India, dan Pakistan.
Revolusi Hijau adalah proses
keberhasilan para teknologi pertanian dalam melakukan persilangan (breeding)
antarjenis tanaman tertentu sehingga menghasilkan jenis tanaman unggul untuk
meningkatkan produksi bahan pangan. Jenis tanaman unggul itu mempunyai ciri
berumur pendek, memberikan hasil produksi berlipat ganda (dibandingkan dengan
jenis tradisional) dan mudah beradaptasi dalam lingkungan apapun, asal memenuhi
syarat, antara lain:
a. tersedia cukup air;
b. pemupukan teratur;
c. tersedia bahan kimia
pemberantas hama dan penyakit;
d. tersedia bahan kimia
pemberantas rerumputan pengganggu. Revolusi Hijau dapat memberikan keuntungan
bagi kehidupan umat manusia, tetapi juga memberikan dampak negatif bagi
kehidupan umat manusia.
Keuntungan Revolusi Hijau bagi
umat manusia, antara lain sebagai berikut.
a. Revolusi Hijau menyebabkan
munculnya tanaman jenis unggul berumur pendek
sehingga intensitas penanaman per tahun menjadi bertambah (dari satu kali menjadi
dua kali atau tiga kali per dua tahun). Akibatnya, tenaga kerja yang
dibutuhkan lebih banyak. Demikian juga
keharusan pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit akan menambah kebutuhan
tenaga kerja.
b. Revolusi Hijau dapat
meningkatkan pendapatan petani. Dengan paket teknologi, biaya produksi memang
bertambah. Namun, tingkat produksiyang dihasilkannya akan memberikan sisa
keuntungan jauh lebih besar daripada usaha pertanian tradisional.
c. Revolusi Hijau dapat
merangsang kesadaran petani dan masyarakat pada umumnya akan pentingnya
teknologi. Dalam hal ini, terkandung pandangan atau harapan bahwa dengan
masuknya petani ke dalam arus utama kehidupan ekonomi, petani, dan masyarakat
pada umumnya akan menjadi sejahtera.
d. Revolusi Hijau merangsang
dinamika ekonomi masyarakat karena dengan hasil melimpah akan melahirkan
pertumbuhan ekonomi yang meningkat pula di masyarakat. Hal ini sudah terjadi di
beberapa negara, misalnya di Indonesia.
Revolusi Hijau di Indonesia
diformulasikan dalam konsep ‘Pancausaha Tani’ yaitu:
a. pemilihan dan penggunaan bibit
unggul atau varitas unggul;
b. pemupukan yang teratur;
c. pengairan yang cukup;
d. pemberantasan hama secara
intensif;
e. teknik penanaman yang lebih
teratur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar