Kekerasan pada anak sesungguhnya telah berlangsung sepanjang masa
dunia ini sejak beberapa abad yang lampau. Namun hal ini belum mendapat
perhatian dari berbagai pihak. Istilah child abuse pertama kali di laporkan
oleh Ambroise pada tahun 1680 yang di peroleh dari otopsi 32 anak yang
meninggal akibat “perlakuan salah”. Pada tahun 1946 Caffey dalam makalahnya
menggambarkan tentang seorang anak yang menderita patah tulang multiple dan
subdural hematom sebagai akibat perlakuan salah dari orang tuanya. Hal yang
sama juga dilaporkan oleh Caffey (1957) yaitu kasus seorang anak karena
kelalaian orang tua mengakibatkan kerusakan fisik pada anak ( Dagomsi ihsan 1990 dalam Soetiningsih 2002
). Sangat sukar di percaya bahwa ada orang tua yang melakukan penganiayaan
terhadap anaknya. Sampai perlu di rawat di rumah sakit (Soetiningsih, 2002).
Hilangnya batasan antara mendidik dengan cara memukul, memarahi, mengejek, dan
mengancam dengan istilah tindak kekerasan, menyebabakan orang tua tidak
menyadari bahwa perilakunya dapat di kategorikan dalam tindakan kekerasan.
Tetapi untunglah kesadaran tentang pentingyaperlindungan hak-hak anak
termasuk kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan berprestasi di sekolah
secara optimal sudah mulai menjadi perhatian dibeberapa negara bahkan telah ada
hukum tentang perlindungan anak termasuk indonesia, walaupun terdapat berbagai
kelemahan terutama dalam implementasi lapangan. Nleik (2000) Bulechek (1999)
membagi bentuk kekerasan dalam 3 tipe : kekerasan fisik, kekerasan emosional,
dan kekerasan seksual.
1. Kekerasan Fisik
Adalah bentuk perilaku untuk tindakan orang tua yang menyebabkan rasa
sakit secara fisik yang terjadi pada anak seperti dijewer, dicubit, disentil,
dipukul, dijambak diikat, dikurunh, didorong, diseret, disiram, dan direndam.
Penelitian dikabupaten Ende dan Sikka oleh tampubolon.dkk (2003) menemukan
bahwa kekerasan fisik lebih sering dialami oleh anak laki-laki dibanding
perempuan.
2. Kekerasan Emosional
Kekerasan emosional adalah bentuk kekerasan yang dilakukan baik secara
verbal maupun nonverbal dalam bentuk perilaku atau tindakan orang tua yang
menyebabkan rasa tidak nyaman, takut, khawatir yang terjadi pada anak sperti
: dipelototi, diomeli, diludahi,
diusir, disetrap, dijemur, disekap, dipaksa tulis dan hapal. Kekerasan ini
biasa dilakukan oleh orang tua dan guru disekolah ( [Putra,1999) Bentuk
kekerasan emosional dapat dilihat dari beberapa indikator perilaku. Indikator
fisik ditandai dengan adanya keluhan psikosometik dan gagal atau mengalami
keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanpa dasar organik yang jelas,
lambat dan malas dalam mengikuti kegiatan belajar disekolah. Sedangkan perilaku
dapat diperoleh melalui wawancara dan observasi. bentuk perilaku yang sering
dijumpai pada anak mengatakan bahwa dirinya telah dianiaya menyangkal cerita
yang pernah diungkapkan sebelumnya. Ketakutan yang berlebihan pada orang tua
untuk orang dewasa, tindakan ke orang tua untuk meminta perlindungan jika ada
bahaya. Tingkah laku agresif dan menarik diri. Sulit berteman, terlalu penurut,
pasik lari dari rumah ganguan, tidur, menghindar kontak mata dan melihatkan
perilaku terlalu dewasa atau kekanak - kanakan. ( Depkes 2000 )
3. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah bantuk pemaksan seseorang terhadap anak dalam
memenuhi kebutuhan seksual baik secara fisik maupun secara psikologis, seperti
dirayu, dicolek, dipeluk, dipaksa onani, diperkosa dipaksa melakukan anol seks
atau diremas. Korban yang serius mengalami kekerasan seks inilah banyak terjadi
pada pada umur 7 - 12 tahun. Ibu yang mengalami sakit kronis dan keluarga tidak
harmonis. ( Finkehlor 1993 dalam Bulechek 1999 ) . Indikator kekerasan seksual
dapat dilihat dari adanya penyakit akibat hubungan seksual. Infeksi vagina pada
anak usia dibawah 12 tahun. Rasa nyeri dan pendarahan vagina, kehamilan pada
usia remaja, ditemukan cairan sperma pada anus,takut di talan oleh lawan jenis
dan rasa nyeri bila akan buang air besar. Namun demikian sangat sulit anak
mengaku pernah menerima tindak kekerasan seksual. Satu saja dari keempat child
abuse itu dilakukan secara terus- menerus maka akan menyebabkan anak menderita
gangguan psikologis. Semua tindak kekerasan kepada anak-anak akan direkam dalam
alam bawah sadar dan dan akan dibawa sampai kepada masa dewasa dan terus
sepanjang hidupnya. Lawson menggambarkan bahwa semua pengajaran kita kepada
anak-anak akan lebih lengkap dan bermakna bila didasari kasih sayang, saling
menghargai dan saling membutuhkan, perasaan cinta kepada anak-anak layaknya
kepada anak kita sendiri. Mengajar anak dengan dilandasi perasaan kasih sayang
yang tulus akan berdampak terciptanya suasana batin yang dekat dan akrab.
Membuat anak menjadi tidak canggung bertanya masalah pelajaran, bahkan tidak
sungkan menceritakan masalah pribadi, keluarga atau hubungan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar