Selama
ini mengajar dianggap sebagai upaya memberikan informasi atau upaya untuk
meragakan cara menggunakan sesuatu, atau untuk memberi pelajaran melalui mata
pelajaran tertentu. Kegiatan belajar mengajar mirip seperti kegiatan menjual
dan membeli. Artinya, kegiatan menjual baru berlangsung kalau ada kegiatan
membeli. Begitu juga dengan kegiatan mengajar – belajar. Guru baru mengajar
kalau siswa belajar. mengacu pada pandangan constructivism, belajar
adalah peristiwa dimana pebelajar secara terus menerus membangun gagasan baru
atau memodifikasi gagasan lama dalam struktur kognitif yang senantiasa
disempurnakan. Pandangan ini sejalan dengan pandangan Raka Joni (1993), ahli
pendidikan Indonesia, yang mengungkapkan titik pusat hakekat belajar sebagai
‘pengetahuan-pemahaman’ yang terwujud dalam bentuk pemberian makna secara
konstruktivistik oleh pebelajar kepada pengalamannya melalui berbagai bentuk
pengkajian yang memerlukan pengerahan berbagai keterampilan kognitif di dalam
mengolah informasi yang diperoleh melalui alat indera.
Kalau
begitu, dengan pandangan progresif ini, peristiwa ‘belajar’ tidak cukup sekedar
dicirikan dengan menggali informasi temuan ilmuwan (baca mengkaji materi
sejumlah mata pelajaran) tetapi siswa perlu dikondisikan supaya berperilaku
seperti ilmuwan dengan senantiasa menggunakan metoda ilmiah dan memiliki sikap
ilmiah sewaktu menyelesaikan masalah. Dengan demikian, peristiwa belajar
meliputi membaca, mendengar, mendiskusikan informasi (reading and listening
to science), dan melakukan kegiatan ilmiah (doing science) termasuk
melakukan .kegiatan pemecahan masalah.
Ini berarti,
hakekat ‘mengajar’ dan ‘belajar’ bergeser dari kutub dengan makna tradisional
ke kutub dengan makna progresif. Kegiatan ‘belajar’ bergeser dari ‘menerima
informasi’ ke ‘membangun pengetahuan’ dan kegiatan ‘mengajar’ bergeser dari
‘mentransfer informasi’ ke ‘mengkondisikan sehingga peristiwa belajar
berlangsung’. Kalau begitu, pernyataan guru tentang ‘seberapa jauh kurikulum
sudah disajikan (target kurikulum)’ lebih tepat diganti dengan ‘seberapa jauh
kurikulum sudah dikuasai, dipahami, dan ‘dibangun’ siswa (target pemahaman)’.
Implikasi
pandangan ini, kegiatan mengajar yang lazim perlu dimodifikasi dan diubah.
Misalnya pada kegiatan mengajar sains, tidak cukup hanya melalui telling
science tetapi perlu mengembangkan kegiatan yang bersifat doing science
atau kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa untuk mengembangkan thinking
skill dan bahkan tidak hanya memperluas wawasan kognitif tetapi juga
menyentuh ranah afektif, psikomotor, dan juga metakognitif. Ranah yang terakhir ini para ahli
pendidikan sering menyebutnya sebagai kemampuan tentang ‘belajar bagaimana
belajar’ (learn how to learn).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar