
Kalau
begitu, dengan pandangan progresif ini, peristiwa ‘belajar’ tidak cukup sekedar
dicirikan dengan menggali informasi temuan ilmuwan (baca mengkaji materi
sejumlah mata pelajaran) tetapi siswa perlu dikondisikan supaya berperilaku
seperti ilmuwan dengan senantiasa menggunakan metoda ilmiah dan memiliki sikap
ilmiah sewaktu menyelesaikan masalah. Dengan demikian, peristiwa belajar
meliputi membaca, mendengar, mendiskusikan informasi (reading and listening
to science), dan melakukan kegiatan ilmiah (doing science) termasuk
melakukan .kegiatan pemecahan masalah.
Ini berarti,
hakekat ‘mengajar’ dan ‘belajar’ bergeser dari kutub dengan makna tradisional
ke kutub dengan makna progresif. Kegiatan ‘belajar’ bergeser dari ‘menerima
informasi’ ke ‘membangun pengetahuan’ dan kegiatan ‘mengajar’ bergeser dari
‘mentransfer informasi’ ke ‘mengkondisikan sehingga peristiwa belajar
berlangsung’. Kalau begitu, pernyataan guru tentang ‘seberapa jauh kurikulum
sudah disajikan (target kurikulum)’ lebih tepat diganti dengan ‘seberapa jauh
kurikulum sudah dikuasai, dipahami, dan ‘dibangun’ siswa (target pemahaman)’.
Implikasi
pandangan ini, kegiatan mengajar yang lazim perlu dimodifikasi dan diubah.
Misalnya pada kegiatan mengajar sains, tidak cukup hanya melalui telling
science tetapi perlu mengembangkan kegiatan yang bersifat doing science
atau kegiatan-kegiatan yang mendorong siswa untuk mengembangkan thinking
skill dan bahkan tidak hanya memperluas wawasan kognitif tetapi juga
menyentuh ranah afektif, psikomotor, dan juga metakognitif. Ranah yang terakhir ini para ahli
pendidikan sering menyebutnya sebagai kemampuan tentang ‘belajar bagaimana
belajar’ (learn how to learn).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar