Kemiskinan merupakan refleksi dari ketidakmampuan seseorang untuk
memenuhi kebutuhannya sesuai dengan standar yang berlaku. Seorang yang
dikatakan miskin secara absolut jika tingkat pendapatannya lebih rendah dari
standar kemiskinan yang ditetapkan. Saat ini sudah cukup banyak ukuran dan
standar yang dikeluarkan oleh pakar lembaga mengenai batas garis kemiskinan.
Menurut Sajogyo dalam Quibria (1996: 113) batas garis kemiskinan ditunjukkan
oleh pendapatan perkapita setara dengan 320 kg beras untuk pedesaan dan setara
dengan 480 kg beras untuk perkotaan.
Lebih lanjut Sajogyo mengklasifikasikan kemiskinan pedesaan ke dalam
tiga kategori yaitu:
1. Rumah tangga paling miskin
jika pendapatan perkapitanya di bawah 180 kilogram beras per tahun.
2. Rumah tangga miskin sekali, jika pendapatan perkapitanya setara
dengan 180 kilogram 120 kg beras per tahun.
3. Rumah tangga miskin, jika pendapatan perkapitanya setara dengan 240
kilogram 320 kilogram beras per tahun.
Dengan menggunakan beras garis kemiskinan tersebut akan dapat diketahui
jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Namun dengan menggunakan
standar Sajogyo menurut Simatupang (1991: 23) pada tahun 1990 ditemukan
sebanyak 38 juta rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Batas garis kemiskinan yang dikemukakan oleh
Sajogyo memiliki standar kemiskinan yang lebih tinggi dari batas kemiskinan
Biro Pusat Statistik (1993: 23). Dengan menggunakan standar Sajogyo jumlah
penduduk miskin cenderung lebih banyak jika dibandingkan dengan kriteria Biro Pusat
Statistik tersebut. Kriteria tersebut memiliki kekuatan karena beras merupakan
kebutuhan pokok pada umumnya rakyat Indonesia. bagi masyarakat ekonomi lemah
pengeluaran untuk pembelian beras cenderung memiliki porsi yang cukup besar
dari total pendapatan mereka. Dengan demikian perubahan harga beras akan sangat
menentukan kesejahteraan masyarakat miskin. Oleh karena itu menggunakan standar
beras sebagai ukuran kemiskinan memiliki validitas yang cukup baik jika
dibandingkan dengan pendekatan pendapatan dan pengeluaran perkapita karena
pendapatan tersebut tidak terpengaruh dengan laju inflasi yang ada.
Batas kemiskinan menurut Biro Pusat Statistik (1993: 23) ditunjukkan
oleh pendapatan perkapita per bulan Rp.27.905 untuk perkotaan dan Rp.18.244,-
untuk pedesaan. Dengan menggunakan kriteria ini pada tahun 1993 ditemukan
sebanyak 25,9 juta rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan.
Batas garis kemiskinan Biro Pusat Statistik didasarkan kepada kebutuhan kalori
minimum perhari yaitu 2100 kalori ditambah dengan kebutuhan non makan seperti
pakaian, pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain Both (1993: 24) menggunakan
batas garis kemiskinan berdasarkan konsumsi kalori perhari sebanyak 2000 kalori
dan 40 gram protein.
Djoyohadikusumo (1996: 21) menggunakan standar kemiskinan berdasarkan
pendapatan perkapita per tahun adalah US$50 untuk pedesaan dan US$ 75 untuk
perkotaan. Standar yang dikemukakan Djoyohadikusumo relatif lebih tinggi jika
dibandingkan dengan standar kemiskinan yang dikeluarkan oleh Biro Pusat
Statistik apalagi dengan standar Sajogyo. Dengan menggunakan standar
Djoyohadikusumo, berarti jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode yang
sama cenderung lebih banyak. Standar kemiskinan yang ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Agraria dalam Nawi (1997: 12) adalah berdasarkan konsumsi sembilan
bahan kebutuhan pokok yang dihitung atas dasar harga setempat. Standar
kebutuhan minimum perorang per tahun: 100 kg beras, 60 liter minyak tanah; 15
kg ikan asin; 20 batang sabun; 6 kg gula pasir; 4 meter tekstil kasar; 6 kg
minyak goreng; 2 meter batik kasar; 4 kg garam.
Klasifikasi kemiskinan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal
Agraria adalah sebagai berikut:
1. Miskin sekali, jika konsumsi perkapita pertahun sebesar 75% dari
nilai total konsumsi sembilan bahan kebutuhan pokok yang ditetapkan;
2. Miskin, jika konsumsi perkapita pertahun sebesar 75% - 125% dari
nilai total konsumsi sembilan bahan kebutuhan pokok yang ditetapkan;
3. Hampir miskin, jika konsumsi perkapita pertahun sebesar 125% - 200%
dari nilai total konsumsi sembilan bahan kebutuhan pokok yang ditetapkan.
Di sisi lain Bank Dunia (1990: 36) untuk standar internasional
memberikan batas garis kemiskinan yang lebih tinggi dari standar-standar
lainnya yaitu dengan pendapatan perkapita sebesar US$ 275 per tahun. Dengan
menggunakan kriteria tersebut pada tahun 1990 di India ditemukan sebanyak 250
juta rakyat berada di bawah garis
kemiskinan, di Cina 80 juta, di Amerika Latin 50 juta dan di seluruh negara
berkembang ditemukan sebanyak 633 juta jiwa rakyat yang berada di bawah garis
kemiskinan. Penetapan garis kemiskinan di Malaysia pendekatannya hampir
bersamaan dengan Indonesia. Di samping ada batas kemiskinan untuk Malaysia
secara keseluruhan dan ada pula batas kemiskinan berdasarkan masing-masing
wilayah. Batas garis kemiskinan untuk negara Malaysia RM 92,39 sementara untuk
masing-masing wilayah sifatnya agak kondisional sesuai dengan kondisi masing-
masing wilayah. Di wilayah Sabah umpamanya batas garis kemiskinannya sebesar RM
100.00, Paninsular RM 73,15 dan di Serawak RM 85,82. Pada masing-masing daerah
tersebut dijumpai sebanyak 26,3%; 10,60%; dan 16,2% rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan (Hasyim, 1998:
177).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar