Berbicara masalah pedesaan tidak terlepas dengan masalah kemiskinan
dan keterbelakangan. Kemiskinan terlihat dari rendahnya tingkat pendapatan,
kurangnya konsumsi kalori yang diperlukan oleh tubuh manusia dan melebarnya
kesenjangan antara si kaya dengan si miskin.
Kemiskinan yang menimpa sekelompok masyarakat berhubungan dengan status
sosial ekonominya dan potensi wilayah. Faktor sosial ekonomi yaitu faktor yang
berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri dan cenderung melekat pada
dirinya seperti tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, teknologi dan
rendahnya aksesibilitas terhadap kelembagaan yang ada. Kedua faktor tersebut
menentukan aksesibilitas masyarakat miskin dalam memanfaatkan peluang-peluang
ekonomi dalam menunjang kehidupannya. Kemiskinan sesungguhnya merupakan suatu
fenomena yang kait mengait antara suatu faktor dengan faktor yang lainnya. oleh
karena itu untuk mengkaji kemiskinan harus diperhatikan jalinan antara faktor-
faktor penyebab kemiskinan dan faktor-faktor yang berada di balik kemiskinan
tersebut.
Todaro (1985: 93) memperlihatkan jalinan antara kemiskinan dan
keterbelakangan dengan beberapa aspek ekonomi dan aspek non ekonomi. Tiga
komponen utama sebagai penyebab keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat, faktor
tersebut adalah (a) rendahnya taraf hidup; (b) rendahnya rasa percaya diri dan;
(c) terbatasnya kebebasan. Ketiga aspek tersebut memiliki hubungan secara
timbal balik balik. Rendahnya taraf hidup disebabkan oleh rendahnya tingkat
pendapatan, rendahnya pendapatan disebabkan oleh rendahnya produktivitas tenaga
kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja disebabkan oleh tingginya
pertumbuhan tenaga kerja, tingginya angka pengangguran, dan rendahnya investasi
perkapita. Tingginya angka pengangguran
disebabkan oleh tingginya tingkat pertumbuhan tenaga kerja dan rendahnya
investasi perkapita dan tingginya tingkat pertumbuhan tenaga kerja disebabkan
oleh penurunan tingkat kematian dan rendahnya investasi perkapita disebabkan
oleh tingginya ketergantungan terhadap teknologi asing yang hemat tenaga kerja.
Selanjutnya rendahnya tingkat pendapatan berpengaruh terhadap tingkat
kesehatan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan tenaga kerja dan investasi
perkapita.
Secara lebih khusus studi Hayami (1985:
49-54) di Indonesia, Malaysia dan Thailand menemukan bahwa kemiskinan dan
ketidakmerataan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) Produktivitas
tenaga kerja rendah sebagai akibat rendahnya teknologi, penyediaan tanah dan
modal jika dibanding tenaga kerja; (2)
tidak meratanya distribusi kekayaan terutama tanah. untuk kasus Indonesia
Ginanjar (1996: 240) mengemukakan empat faktor penyebab kemiskinan. Faktor
tersebut yaitu: (a) rendahnya taraf pendidikan, (b) rendahnya taraf
kesehatan, (c) terbatasnya lapangan
kerja, dan (d) kondisi keterisolasian.
Wirasi dalam Hagul (1985: 4) mengemukakan bahwa masalah
kemiskinan di pedesaan merupakan
resultan dari beberapa faktor antara lain: pertumbuhan penduduk, rendahnya
kualitas sumber daya manusia dan rendahnya produktivitas.
Seterusnya Salim (1984: 40) menyatakan
bahwa kemiskinan tersebut melekat atas diri penduduk miskin, mereka miskin
karena tidak memiliki asset produksi dan kemampuan untuk meningkatkan
produktivitas. Mereka tidak memiliki asset produksi karena mereka miskin,
akibatnya mereka terjerat dalam lingkaran kemiskinan tanpa ujung dan
pangkalnya. Secara lebih konkrit Hadiwegono dan Pakpahan (1992: 25) berpendapat
bahwa kemiskinan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) sumber
daya alam yang rendah; (b) teknologi dan unsur pendukung yang rendah; (3)
sumber daya manusia yang rendah; (4) sarana dan prasarana termasuk kelembagaan
yang belum baik. Dengan rendahnya
faktor-faktor di atas menyebabkan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat
dilakukan oleh masyarakat. Dengan rendahnya aktivitas ekonomi yang dapat
dilakukan berakibat terhadap rendahnya produktivitas dan pendapatan yang
diterima, pada gilirannya pendapatan tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan
fisik minimum yang menyebabkan terjadinya proses kemiskinan.
Studi empiris Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Departemen Pertanian (1995: 10-30) yang dilakukan pada tujuh belas
provinsi di Indonesia. Propinsi tersebut antara lain: Jambi, Sumatera Barat,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya.
Hasil studi tersebut menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab
kemiskinan masyarakat pedesaan di Indonesia. Faktor tersebut antara lain: (1)
rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini ditujukan pada rendahnya
tingkat pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan,
kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan
dan besarnya jumlah anggota keluarga; (2) rendahnya sumber daya fisik. Hal ini
ditunjukkan oleh rendahnya dan jumlah asset produksi serta modal kerja; (3)
rendahnya penerapan teknologi. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya penggunaan input
dan mekanisme pertanian; (4) rendahnya potensi wilayah yang ditunjukkan oleh
rendahnya potensi fisik dan infrastruktur. Kondisi fisik ditunjukkan oleh
iklim, tingkat kesuburan dan topografis wilayah. Infrastruktur ditunjukkan oleh
irigasi, transportasi, pasar, kesehatan, pendidikan, pengolahan komoditas
pertanian pertanian, listrik dan fasilitas komunikasi; (5) kurang tepatnya
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam investasi dan pengentasan kemiskinan;
(6) kurang berperannya kelembagaan yang ada kelembagaan tersebut antara lain:
pemasaran, penyuluhan, perkreditan dan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar