Hukum Acara Pidana atau Hukum Pidana
Formal mengatur cara bagaimana pemenintah menjaga kelangsungan pelaksanaan
hukum pidana material. Dalam Hukum. Acara Pidana diatur tata cara penangkapan,
penahanan, penyitaan, penggeledahan dan penuntutan. Selain itu juga diatur
siapa-siapa yang berhak melakukan penyitaan, penyidikan, pengadilan dimana yang
berwenang mengadili dan sebagainya.
Undang-undang
No. 8 tahun 1981 mengatur tentang ketentuan-ketentuan hukum acara pidana yang
ditulis dalam kitab Undang-undang hukum yang dikadefisikan dalam Kitab
Undang-undang Acara Pidana (KUHAP). KUHAP berlaku sejak 31 Desember 1981
melalui lembaran Negara Republik Indonesia, No. 76, Tambahan lembaran Negara
No. 32 (R. Abdoel Djamali, SH. Pengantar Hukum Indonesia PT Raja Grafindo
Persada. 1998. HaL 178-179.)
Tujuan pengkoridikasian /
pengelompokan hukurn acara pidana tersebut sebagai pengganti Reglemen Indonesia
Baru (RIB), Regleme Indonesia Baru (R I B) adalah penyerahan kedaulatan KUHP
dari pemerintah Belanda ke pemerintahan Jepang. Hal ini dilakukan karena adanya
perebutan senjata, gencatan senjata, Jepang sebagai tawanan perang, penyerahan
segala aset milik Belanda yang tidak boleh dibawa ke Belanda contoh : Pabrik
pabrik, Bank Indonesia, tentang acara pidana yang sangat tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan masyarakat dengan sasaran memberikan perlindungan kepada
hak-hak asasi manusia. Sedangkan fungsinya untuk menyelesaikan masalah dalam,
mempertahankan kepentingan umum.
Ketentuan KUHP yang terdiri
dari 286 pasal, menurut pasal 2 menyatakan bahwa KUHP berlakut untuk
melaksanakan tata cara peradilan dalam lingku ngan peraditan umum. (Ibid. Hal
179).
Ruang lingkup berlakunya KUHAP
menglkuti asas-asas hukum pidana, yang berwenang mengadili tindak pidana
berdasarkan KUHAP hanya Peradilan Umum, kecuall ditentukan lain oleh
Undang-undang. Dimana yang ten-nasuk Peradilan Umum adalah Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tinggl dan Mahkamah Agung.
Untuk pelaksanaan KUHAP perlu diketahui
beberapa hal penting antara lain :
a.
Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of
innocence)
Dalam pasal 8
Undang-undang No. 14 Tahun 1970 menyalakan bahwa "Setiap orang yang
disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di depan Pengadilan,
wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan yang mengatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
b.
Koneksitas
Menurut pasal 89 ayat I
menyatakan bahwa "Tindak pidana yang dilakukan bersama oleh mereka yang
termasuk lingkungan Peradilan Umum dan Lingkungan Peradilan Militer, diperiksa
dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan umum, kecuali jika
menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri
Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam
lingkungan peradilan militer”
c.
Pengawasan Pelaksanaan Pengadilan
Dalam pasal 277 atar I KUHAP menyatakan bahwa
"Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk
membantu Ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan
pengadilan yang menjatuhkani pidana perampasan kemerdekaan". (Ibid, Hal.
179-183).
Berdasarkan kepada asas praduga tak
bersalah ini, maka bagi seseorang sejak
disangka melakukan tindak pidana tertentu sampai mendapat putusan yang
mempunyai kekuatan hukum pasti dari hakim Pengadilan, maka la masih tetap
memiliki hak-hak individunya sebagai warga negara. Tersangka ini masih dapat
tinggal di rumahnya sendiri sehingga sering disebut tahanan rumah yaitu
tersangka boleh metakukan aktivitasnya tetapi bila pada jarak 100 m2,
ia pergi maka akan dikawal polisi. Hal Ini terjadi karena tersangka masih dalam
proses penyidikan yang memerlukan waktu yang lama karena menyangkut
kasus-kasus besar. Contoh : korupsi,
kasus makar. Tersangka belum bisa disebut terdakwa apabila bukti-bukti belum
menunjukkan bahwa ia terbukti bersalah. Suatu Penahannan dapat dilakukan
berdasarkan dugaan dengan bukti yang cukup bahwa seseorang telah melakukan
tindak pidana tertentu dan dikhawatirkan melarikan diri yang dapat
menghilangkan bukti-bukti atau mengulang tindak pidana lagi.
Berdasarkan ketentuan pasal 89 ayat 1
tersebut, kewenangan dalam mengadili, perkara koneksitas ada pada peradilan
umum. Tetapi kewenangan Peradilan Umum tidak mutlak tergantung pada kerugian
yang ditimbulkan terletak pada kepentingan militer, maka dengan keputusan
Menhamkam dan atas persetujuan Menteri Kehakiman pemeriksaan perkara dilakukan
oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan Militer.
Pasal 227 ayat 1 KUHAP dimaksudkan agar
ada bukti yang menjamin bahwa Putusan pengadilan dilaksanakan secara tepat.
Tugas Hakim, Pengawasan pengamat tersebut dilakukan selama nara pidana
menjalani hukuman dalam lembaga pemasyarakatan (LP). Sesuai dengan fungsinya LP
bukan ternpat menyekap nara pidana, melainkan sebagai tempat tinggal sementara
para nara pidana, maka petugas LP mempunyai kewajiban untuk membimbing dan
membina para napi supaya kelak sudah bebas tidak melakukan tindak pidana lagi
dan dapat diterima masyarakat.
Kedua hukum acara di atas yaitu hukum
acara perdata dan hukum acara pidana aturannya berlaku dalam menangani dan
menyelesaikan perkara di peradilan umum, sedangkan untuk orang-orang tertentu
yang berkaitan dengan yang beragama Islam dan atau dengan tugas negara karena
diangkat menjadi pejawai negeri disediakan peradilan khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar