Pada tingkat tertua dalam
evolusi religinya, manusia percaya bahwa makhluk-makhluk halus itulah yang
menempati alam sekeliling tempat tinggalnya. Makhluk-makhluk halus yang tinggal
dekat tempat tinggal manusia tersebut yang bertubuh halus sehingga tidak dapat
tertangkap oleh panca indera manusia. Dalam agama primitif Andrew Lang (1898)
berpendapat bahwa dalam jiwa manusia ada suatu kemampuan gaib yang dapat
bekerja lebih kuat dengan makin melemahnya aktivitas pikiran manusia yang
rasional. Karena itulah, katanya gejala-gejala gaib itu bisa bekerja lebih kuat
pada orang-orang bersahaja yang kurang aktif hidup dengan pikirannya dibandingkan
dengan orang eropa yang lebih banyak tergantung hidupnya kepada aktivitas
pikiran rasionalnya.
Selain itu A. Lang menemukan adanya tokoh-tokoh dewa yang oleh
suku-suku bangsa yang bersangkutan dianggap dewa tertinggi, pencipta seluruh
alam semesta beserta isinya. Kenyakinan terhadap tokoh dewa seperti ini
terdapat di suku-suku bangsa yang masih rendah sekali tingkat kebudayaannya dan
yang hidup berburu, meramu, contoh: penduduk pegunungan tengah di Irian Jaya
dan Papua Nugini. Berdasarkan hal ini Lang berkesimpulan bahwa keyakinan kepada
dewa tertinggi dalam religi suku-suku bangsa tersebut sudah sangat tua, dan
mungkin merupakan bentuk religi manusia yang tertua (Koentjaraningrat;1987).
1.
Animisme
E.B. Tylor dalam bukunya
“The Primitive Culture”, kata Animisme berasal dari kata anima yang
artinya jiwa atau nyawa. Masyarakat penganut kepercayaan animisme percaya
segala sesuatu memiliki jiwa atau “soul”, termasuk binatang, tumbuhan, karang,
gunung, sungai, bintang dan lain sebagainya. Setiap segala sesuatu yang
dianggap mempunyai jiwa ini dipercayai memiliki kekuatan, spiritual yang dapat
melindungi atau bahkan mencelakakan mereka termasuk juga roh-roh nenek moyang.
Pada kepercayaan atau agama
primitif ini cenderung memuja atau takut dan percaya kepada sesuatu yang
menguasai wilayah yang ditempati. Pandangan suku-suku primitif tentang jiwa
muncul dari anggapannya tentang mimpi. Di dalam mimpi orang-orang primitif
melihat dirinya sendiri berjalan keluar dari dirinya. Seperti itulah orang
mati, jiwanya pada hakekatnya tidak hancur bersama jasadnya namun berpindah
atau menempati tempat tertentu yang dianggap angker atau mengerikan. Dapat juga
berada pada seseorang (reinkarnasi), pohon besar, batu, dan gunung tergantung
apa yang dimaui. Roh orang yang meninggal tidaklah begitu saja putus
hubungannya dengan sanak keluarganya, melainkan secara terus-menerus
menginginkan berdampingan dengan manusia. Bahkan manusia dihinggapi sehingga
orang tersebut mengikuti kehendak roh tersebut, contoh: kesurupan
(Ghazali,2000).
2.
Dinamisme
Pengertiandinamisme dalam
pemahaman yang telah dikembangkan dalam masyarakat mempunyai pengertian suatu
paham atau aliran keagamaan yang mempercayai adanya daya-daya sakral yang ada
pada suatu benda yang dapat membawa kebahagiaan manusia atau mendatangkan mara
bahaya terhadap manusia dan lingkungannya, baik secara individu maupun
masyarakat.
Hal ini mengakibatkan
manusia merasa sebagai makhluk hidup kecil yang sangat bergantung kepada
benda-benda tertentu yang dianggap bertuah. Dinamisme dalam praktik dapat
ditemui melalui jampi-jampi jika dibutuhkan kekuatan gaib. Contoh: pada
kalangan masyarakat Jawa terdapat kepercayaan terhadap benda-benda tertentu
seperti keris atau pada masyarakat yang lain yang mempercayai senjata-senjata
tajam yang kuno. Begitu pula pada masyarakat Sulawesi Selatan yang mempercayai
cincin yang dapat membuat pemiliknya kebal. Di Kraton Yogyakarta benda- benda
tersebut dinamakan “kyai”, seperti keris, kereta, gong, dan alat- alat
kerawitan. Perlakuan terhadap benda-benda itu dilakukan waktu- waktu tertentu
atau secara berkala dengan jalan dibersihkan dan dimandikan seperti keris-keris
pusaka pada waktu jum’at kliwon. Pada hari itu senjata-senjata tersebut
dimandikan/disucikan dengan air kembang dan jeruk.
3.
Totemisme
Pada aliran kepercayaan
ini mempunyai sifat yang sama dengan animisme namun mempunyai perbedaan adanya
kepercayaan terhadap roh halus yang terdapat pada binatang. Dalam hal ini
binatang dielu-elukan sebagai wujud makhluk halus yang memiliki daya sakti
seperti kerbau, sapi, kambing, ular, dan sebagainya. Keyakinan seperti ini
mudah ditemukan, misalnya: seorang sopir takut menabrak kucing sebab akan
membawa bahaya bagi pengendara dan penumpangnya.
Di kalangan masyarakat Bali mensucikan lembu/sapi seimbang
dengan pemujaan terhadap dewa Brahma. Di masyarakat solo pada waktu kirab
menyertakan lembu “bule” yang dianggap sakral bagi masyarakat solo, bahkan
kotorannya pun sering diperebutkan untuk ditanam di wilayah pertanian agar
subur. Penyembahan binatang bukan sekedar budaya tetapi sudah masuk ke dalam
dunia teologi atau mitologi.
4.
Politheisme
Di dalam masyarakat
primitif juga berkembang kepercayaan yang lain, salah satunya kepercayaan
mengenai adanya kekuatan dewa-dewa yang merupakan kekuatan sakral yang
cenderung dipersonifikasikan atas adanya daya alam yang bersifat magis. Hal ini
mempunyai pengertian bahwa pada masyarakat primitif percaya bahwa keberadaan
alam ini merupakan suatu proses kejadian dari adanya daya sakral yang
menjadikan.
Berasal dari keberadaan
alam ini masyarakat primitif beranggapan bahkan mempercayai bahwa alam ini ada
dewa yang mengatur. Hal inilah yang dikenal dengan polytheisme. Dalam
kepercayaan ini melaksanakan ritualnya dengan jalan melakukan sajen sesuai
dengan kebutuhan masyarakat tersebut, contoh pada masyarakat bertani diadakan
upacara
metik pari sebagai ucapan syukur masyarakat Jawa terhadap
dewi sri (dewi kesuburan) yang dilakukan menjelang panen. Begitu juga pada
waktu awal musim tanam melakukan upacara cocok tanam dengan membawa segala macam bentuk makanan
yang dipersembahkan kepada dewa dengan tujuan agar tanamannya akan bertambah
subur dan dapat di panen dengan selamat.
5.
Monotheisme
Monotheisme adalah kepercayaan yang hanya menyembah atau percaya
kepada satu dewa saja. Biasanya ini terkait dengan totemisme karena dewa yang
disembah umumnya dipersonifikasi melalui berbagai bentuk totem baik itu
binatang maupun tumbuhan. Saat ini masyarakat modern juga terkadang masih
mengenal adanya dewa-dewa yang diyakini bertahta di kahyangan dan mengendalikan
kehidupan di bumi. Dewi Quan-im adalah salah satu contoh personifikasi
keyakinan agama Budha yang percaya bahwa dia mengatur kendali hidup manusia di
dunia. Keyakinan akan monotheisme yang mengakui adanya satu dewa yang tunggal
banyak ditemukan dalam mitologi Yunani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar