Selain dapat dikelompokkan menjadi
dua tipe, sosialisasi juga dapat dibagi menjadi dua pola, yaitu sosialisasi
represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive
socialization) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: menekankan pada
penggunaan hukuman terhadap kesalahan, penekanan pada penggunaan materi dalam
hukuman, penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua, serta penekanan pada komunikasi
yang bersifat satu arah, nonverbal, dan berisi perintah.
Adapun sosialisasi partisipatoris (participatory
socialization) merupakan pola sosialisasi di mana anak diberi imbalan
ketika berperilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik.
Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada
interaksi dan komunikasi bersifat lisan. Yang menjadi pusat sosialisasi adalah
anak dan keperluannya.
Seorang sosiolog yang bernama George
Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat
dibedakan melalui tahap-tahap sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan (Preparatory
Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia
dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk
mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri.
Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak
sempurna. Contohnya kata “mamah” yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih
balita diucapkan “mah”. Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh
anak. Lama- kelamaan anak memahami secara tepat makna kata mamah tersebut
dengan kenyataan yang dialaminya.
2. Tahap Meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan secara
bertahap anak semakin sempurna dalam menirukan peran-peran
yang dilakukan oleh orang dewasa. Dalam diri anak mulai terbentuk kesadaran
tentang nama sendiri dan nama orang tuanya, kakaknya, dan teman di lingkungan
sekitarnya. Anak mulai menyadari tentang apa yang
dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan
kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain yang biasa
disebut empati juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia
sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Bagi seorang anak,
orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other) bagi
kehidupan dirinya.
3. Tahap Siap Bertindak (Game Stage)
Proses peniruan yang dilakukan pada
tahap kedua sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara
langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan
diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya
kemampuan bermain secara bersama-sama dan melakukan proses sosialisasi. Ia
mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan
teman-temannya. Pada tahap ini, lawan berinteraksi semakin banyak dan
hubungannya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman
sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya
secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari
bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya dan perlu ia patuhi
agar keberadaannya diakui oleh lingkungannya.
4. Tahap Penerimaan Norma Kolektif
(Generalized Stage)
Pada tahap ini seseorang telah
dianggap dewasa. Ia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat
secara luas. Ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang
berinteraksi dengannya, tetapi juga dengan masyarakat luas. Ia mulai menyadari
pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama dengan orang lain yang tidak
dikenalnya secara mantap. Pada tahap ini, seseorang sudah menjadi warga
masyarakat dalam arti sepenuhnya serta sudah memahami tata aturan dan norma-
norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar