Pada abad ke-19 Islam berkembang pesat di daerah Minangkabau. Tokoh-tokoh Islam berusaha menjalankan ajaran Islam sesuai Al-Quran dan Al-Hadis. Gerakan mereka kemudian dinamakan gerakan Padri. Gerakan ini bertujuan memperbaiki masyarakat Minangkabau dan mengembalikan mereka agar sesuai dengan ajaran Islam. Gerakan ini mendapat sambutan baik di kalangan ulama, tetapi mendapat pertentangan dari kaum adat.
Sebab umum terjadinya perang Padri adalah
a) Pertentangan antara kaum Padri dan kaum adat.
b) Belanda membantu kaum adat.
Perang pertama antara kaum Padri dan kaum adat terjadi di Kota Lawas, kemudian meluas ke kota lain. Pemimpin kaum Padri antara lain Dato’ Bandaro, Tuanku Nan Cerdik, Tuanku Nan Renceh, Dato’ Malim Basa (Imam Bonjol). Adapun kaum adat dipimpin oleh Dato’ Sati. Pada perang tersebut kaum adat terdesak, kemudian minta bantuan Belanda.
Perang yang terjadi dapat dibagi menjadi dua tahap.
a) Tahap pertama (1821–1825)
Pada tahap ini, peperangan terjadi antara kaum Padri dan kaum adat yang dibantu oleh Belanda. Menghadapi Belanda yang bersenjata lengkap, kaum Padri menggunakan siasat gerilya. Kedudukan Belanda makin sulit, kemudian membujuk kaum Padri untuk berdamai. Pada tanggal 15 Nopember 1825 di Padang diadakan perjanjian perdamaian dan tentara Belanda ditarik dari Sumatra dan dipusatkan untuk menumpas perlawanan Diponegoro di Jawa.
b) Tahap kedua (1830–1837)
Setelah perang Diponegoro selesai, Belanda mulai melanggar perjanjian dan perang Padri berkobar kembali. Pada perang ini, kaum Padri dan kaum adat bersatu melawan Belanda. Mula-mula kaum Padri mendapat banyak kemenangan. Pada tahun 1834 Belanda mengerahkan pasukan untuk menggempur pusat pertahanan kaum Padri di Bonjol. Pada tanggal 25 Oktober 1837, Tuanku Imam Bonjol tertangkap, kemudian diasingkan di Minahasa sampai wafatnya. Dengan menyerahnya Imam Bonjol bukan berarti perang selesai, perang tetap berlanjut walaupun tidak lagi mengganggu usaha Belanda untuk menguasai Minangkabau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar